REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Saat ini dakwah banyak disampaikan secara daring kepada masyarakat luas. Mudahnya koneksi secara virtual, memberikan kesempatan untuk mengikuti kajian dakwah tanpa perlu hadir secara langsung.
Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nafik Muthohirin, menjelaskan bagi generasi milenial dan Z yang mahir teknologi, kajian keagamaan melalui jaringan menjadi jalan dakwah yang cukup efektif.Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya istilah “Ustaz Medsos” yang kerap tampil dengan gaya keren. "Dan juga pembawaan dakwah yang mudah dipahami oleh kalangan muda," katanya.
Secara umum, kata dia, dakwah Islam berbasis dalam jaringan sangat efektif menyasar kelompok menengah Muslim, yang pada dasarnya pengguna aktif internet terbesar di Indonesia. Selain kehadiran ustaz medsos, kemunculan berbagai komunitas dakwah Islam di dunia maya, seperti One Day One Juz, Shift Pemuda Hijrah, dan fenomena anak muda hijrah lainnya, membuktikan bahwa media daring sangat efektif sebagai ruang dakwah.
Meskipun Nafik setuju akan keefektifan dakwah melalui jejaring sosial, ia menyampaikan bahwa fenomena ini bukan tanpa tantangan. Menurut Nafik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal ini termasuk terkait fungsi pedagogis ustaz, kyai, ulama atau guru agama.
Masyarakat memang dapat menerima pengetahuan agama dari YouTube, Instagram atau berbagai potongan video ceramah yang bertebaran di grup-grup WhatsApp. Namun sikap keteladanan dan pembentukan karakter dari seorang kyai atau ustaz di pesantren atau madrasah tidak akan didapatkan dari media-media tersebut. Oleh karena itu, kajian Islam yang dilaksanakan secara daring tidak bisa dijadikan sebagai pola pembelajaran agama yang utama karena menghilangkan aspek pedagogis tersebut.
Selain itu, tidak semua konten dakwah Islam yang tersebar di media sosial memberikan pesan yang mendamaikan. Banyak juga konten dakwah Islam yang sengaja dibuat oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan permusuhan dan kebencian terhadap kelompok maupun agama lain. "Bahkan juga mengampanyekan politik identitas, berisikan doktrin terorisme dan radikalisme keagamaan," jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.
Konten maupun dakwah Islam berbasis daring merupakan ruang belajar alternatif yang baik. Namun masyarakat masih perlu kedalaman literasi atau belajar dari seorang ahli agama yang otoritatif misalnya dari ulama-ulama Muhammadiyah atau NU.
Meskipun seorang ustaz telah popular dan digandrungi masyarakat, isi ceramahnya harus ditelaah lebih dalam. Untuk memastikan hal tersebut, seseorang dapat memperdalam melalui literatur keagamaan yang ada.