Senin 27 Nov 2023 07:05 WIB

Inilah Kisah Ahmad Dahlan Dirikan Muhammadiyah di Tanah Betawi

Dari kawasan Tanah Tinggi Muhammadiyah bersinar ke segenap penjuru tanah Betawi

Pementasan pertunjukan teater kolosal sejarah  Muhammadiyah di Batavia (Betawi), pada pukul 13.00 dan 19 WIB, Senin (27/11, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Foto: Muhammad subarkah
Pementasan pertunjukan teater kolosal sejarah Muhammadiyah di Batavia (Betawi), pada pukul 13.00 dan 19 WIB, Senin (27/11, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inilah sinopsis pementasan teater kolosal pada pukul 13.00 WIB dan 19.00 WIB di Taman Islam Marzuki hari ini (Senin 27/11/2003). Pertunjukan dalam rangka Milad ke-111 Muhammadiyah itu  berkisah tentang KH Ahmad Dahlan ketika mendirikan jamiahnya di tanah Betawi (Batavia).

''Jadi kisah akan dimulai pada sepak terjang sosok KH Ahmad Dahlan yang memiliki pandangan jauh ke depan untuk membangun kaum pribumi menjadi pribadi insan kamil yang berpegang teguh kepada Rabbnya. Tujuan utamanya untuk membangunkan sekaligus meluruskan ajaran Islam dari segala kesyirikan, kemalasan, kebodohan, dan penyimpangan akidah yg dibuat oleh kaum abangan,'' kata Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, Prof Suradika.

Suradika lebih lanjut menceritakan isi pertunjukan teater kolosal yang dibinanya itu. "Bermula dari Kauman Yogyakarta, Kiai Dahlan mulai mengajarkan Quran kepada anak-anak, agar kelak mereka terbebas dari kebutaan, ketulian, serta kebisuan dalam memahami kalam Allah. Dia  dibantu oleh saudaranya, yakni HM Sangidu,'' katanya.

Dan benar saja, ketika pencerahan itu datang, maka HM Sangidu menyarankan sang Kiai membuat organisasi yang kemudian diberi nama Muhammadiyah. Organiasi masa Islam ini ingin agar pemurnian ajaran Alquran bisa menyeluruh ke tanah Jawa.

Maka itu, tahun demi tahun pergerakan Muhammadiyah yang semakin meluas di Jawa Tengah, lalu merambah ke wilayah timur pulau Jawa. Kaum pribumi serta para penggerak organisasi dengan semangat membara serta ridha Allah semakin meluaskan pengaruhnya. 

''Nah, pergerakan Muhammadiyah ini sampailah masanya tiba di kota Batavia. Di mana hegemoni dan heterogensi kultural berkembang di sana. Dengan dukungan aktivis Boedi Utomo, maka berpijaklah pergerakan Muhammadiyah di Batavia yang dimulai dari kawasan Tanah Tinggi,'' tutur Suradika lagi.

Selanjutnya, dari kawasan kecamatan Tanah Tinggi yang berada di dekat Stasiun Kereta Api Pasar Senen ini, persyarikatan Muhammadiyah merangsek ke sekuruh penjuru ibu kota hingga hari ini. Pencapaiannya luar biasa. Ratusan sekolah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas bermunculan. Tak hanya itu, universitas, panti jompo, rumah sakit dan klinik kesehatan, hingga berbagai layanan sosial masyarakat eksis di ibu kota Indonesia ini.

''Sebuah hal yang tak terbayangkan. Dari modal yang sangat kecil, tetapi punya tekad mulia, maka ternyata hasinya di kemudian hari sangat luar biasa. Semua ini pasti dijalankan dengan semangat keikhlasan dan daya juang yang tinggi dari seluruh warga Muhammadiyah. Nah, kisah seperti itulah yang kita kisahkan pada siang dan malam ini dalam pertunjukan teater kolosal kami di Taman Ismail Marzuki itu,'' kata Suradika.

Menurut Suradika, pertunjukan ini hasil kerja bareng Lembaga Seni Budaya PWM Muhammadiyah DKI Jakarta dengan grup kesenian tradisi Betawi 'Kembang Batavia'. Pementasan dan pengatur laku serta cerita dibantu oleh Prof Imam S Bumiayu, dan disutradarai oleh Tutur Denes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement