Ketika Sekutu mundur dan dikepung kembali di Semarang, tepatnya di daerah Mranggen, Laskar Hizbullah segera bergerak. Dalam pengepungan di Semarang, dikirim pasukan Hizbullah Batalion Basuni, yang masih berasal dari Yogyakarta.
Dalam pertempuran di Semarang, sekitar 17 anggota Laskar Hizbullah gugur. Termasuk komandan laskar, yaitu Khudhori yang menjenguk ajal setelah tertembak dan ditusuk bayonet.
Setelah berjuang dan berhasil meraih kemerdekaan, Presiden Indonesia pertama, Sukarno mengeluarkan ketetapan untuk mempersatukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan laskar perjuangan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketetapan itu diresmikan pada 3 Juni 1947 dengan menempatkan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI. Sementara itu, kesatuan-kesatuan Hizbullah dalam TNI melebur ke dalam kesatuan setingkat brigade, resimen, batalyon, seksi pasukan dalam organisasi TNI.
Keputusan yang diambil oleh kesatuan Hizbullah itu untuk memperkuat barisan pertahanan yang bertekad menjaga kemerdekaan Indonesia serta melawan segala bentuk penjajahan, tanpa harus bersikukuh mempertahankan eksistensi laskar. Ketika Hizbullah dilebur ke dalam TNI, Panglima Hizbullah KH Zainul Arifin diangkat sebagai sekretaris pada pucuk pimpinan TNI atau semacam Sekretaris Jenderal Pertahanan Keamanan sekarang.