REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyerukan Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat penangkapan terhadap para pejabat Israel atas konflik yang berlangsung di Jalur Gaza.
"ICC harus mengeluarkan surat penangkapan untuk para kriminal sebagai langkah pencegahan untuk menghentikan 'mesin pembunuh',” kata Shtayyeh dalam rapat Kabinet di Kota Ramallah, Tepi Barat, Senin (6/11).
Dia juga mengatakan turut mengapresiasi negara-negara lain yang juga mengajukan tuntutan yang sama ke ICC untuk mengadili para penjahat.
Perdana Menteri Palestina itu kemudian menyerukan tindakan untuk menghentikan agresi Israel yang telah mengubah Jalur Gaza menjadi "lembah darah".
Tentara Israel telah melancarkan serangan udara dan darat di Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan lintas batas yang dilakukan pejuang Hamas Palestina pada 7 Oktober 2023.
Sedikitnya 9.770 warga Palestina, termasuk 4.800 anak-anak dan 2.550 wanita, tewas dalam pemboman Israel di Jalur Gaza. Korban tewas di Israel hampir 1.600, menurut angka resmi.
Selain banyaknya korban jiwa dan arus pengungsi besar-besaran, pasokan kebutuhan pokok bagi 2,3 juta penduduk Gaza semakin menipis akibat pengepungan Israel di daerah kantong tersebut.
Yordania ke NATO
Raja Yordania Abdullah II mengatakan bahwa saat ini semua orang menanggung akibat konflik Palestina-Israel lantaran tidak adanya solusi politik.
Abdullah menyerukan pendekatan yang komprehensif terhadap keamanan kawasan yang berdasarkan pada penyelesaian isu-isu Palestina serta mengatasi akar permasalahan konflik tersebut berdasarkan solusi dua negara, menurut kantor berita Petra.
Saat pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg beserta anggota Dewan Atlantik Utara di Brussel, Raja Abdullah mendesak gencatan senjata segera di Gaza.
Abdullah juga meminta perlindungan bagi warga sipil dalam konflik tersebut, demikian menurut Petra.
Kantor berita Yordania itu menambahkan bahwa Raja juga meminta agar serangan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat dihentikan seraya memperingatkan potensi gejolak situasi di Tepi Barat dan Yerusalem.