Senin 06 Nov 2023 22:53 WIB

20 Fakta Seputar Perjanjian Oslo 1993 dan Pengkhianatan Zionis Israel  

Perjanjian Oslo tak pernah digubris Zionis Israel.

Peserta aksi menginjak bendera Israel (ilustrasi).  Perjanjian Oslo tak pernah digubris Zionis Israel
Foto:

11. Tapi secara mengejutkan, Hamas memenangkan pemilu itu. Israel, Amerika Serikat, dan Eropa terkejut. Mereka lalu menolak integrasi Hamas dalam Otoritas Palestina. Dasar kekhawatiran mereka adalah posisi Hamas yang tidak mengakui Israel

12. Israel dan Barat kemudian mengasingkan Hamas dengan mengonsentrasikan bantuan untuk Palestina di Tepi Barat yang dikendalikan Fatah dan Otoritas Palestina

13. Langkah Barat itu membuat Hamas berubah sikap. Selain kian sengit berseteru dengan Fatah sampai memicu konflik terbuka yang membuat Fatah tersingkir dari Jalur Gaza pada 2007

14. Pemerintah Israel lalu memblokade Jalur Gaza, sehingga memaksa Hamas merenungkan ulang posisi politiknya. Mereka kini menyimpulkan Israel tak pernah berniat damai

15. Hamas pun mengadopsi lagi strategi perlawanan dengan kekerasan, yang kemudian memicu perang 2008, 2012, 2014, dan 2021

16. Pada 2017 saat Hamas dipimpin Khaled Meshaal, mengambil langkah besar dengan menerima gagasan Negara Palestina di wilayah-wilayah yang diduduki Israel pada Perang 1967, yakni di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Bahkan, beberapa lama kemudian, Hamas menyatakan memutus asosiasi dengan Ikhwanul Muslimin yang sangat dicemaskan oleh hampir seluruh negara Arab.

17. Tetapi Israel menyebut langkah Hamas itu sebagai akal bulus. Mereka pun tak memedulikan perubahan sikap Hamas itu, sehingga kian ketat saja memblokade Gaza

18. Integrasi kanan ekstrem dalam pemerintahan Israel kian memperkeruh keadaan, termasuk mendorong para pemukim Yahudi untuk kian agresif beraktivitas ilegal di tanah-tanah pendudukan yang kemudian memprovokasi warga Palestina untuk melawan

19. Dalam situasi ini warga Palestina menoleh Hamas sebagai tambatan untuk dapat menentang pendudukan Israel yang kian agresif di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, khususnya Al-Aqsa

20. Konflik besar pun pecah, sampai membuat dunia khawatir bahwa konflik bisa meluber menjadi perang kawasan, karena ada indikasi sekutu-sekutu Hamas, khususnya Hizbullah di Lebanon, bakal turut masuk kubangan perang. Situasi-situasi itu memicu Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober. 20. Konflik besar pun pecah, sampai membuat dunia khawatir bahwa konflik bisa meluber menjadi perang kawasan, karena ada indikasi sekutu-sekutu Hamas, khususnya Hizbullah di Lebanon, bakal turut masuk kubangan perang.

Pertanyaannya, apakah perang "all out" Hamas dan Israel menjadi solusi untuk konflik di sana? Banyak sekali yang meragukan hal ini karena perang justru sering menjadi pintu untuk permusuhan yang kian sengit.

Baca juga: 10 Peluang Pintu Langit Terbuka Lebar, Doa yang Dipanjatkan Insya Allah Dikabulkan

Untuk itu, tak ada cara selain perdamaian. Hamas mungkin dapat memulai dengan langkah yang sudah dilakukan PLO pada 1993, dengan mengakui Israel. Sebaliknya, Israel mesti merangkul Hamas, seperti yang mereka lakukan kepada PLO tahun itu.

Sejarah menunjukkan perjanjian damai dengan gerakan-gerakan nasionalis, bahkan yang awalnya dicap teroris, justru berperan penting dalam menyelesaikan konflik.

 

Namun, jika melihat konklusi Perjanjian Oslo dan 28 resolusi Dewan Keamanan PBB yang tak digubris Israel, maka Hamas dan Palestina sepertinya bukan pihak yang harus diragukan keseriusannya dalam proses damai untuk konflik ini.  

photo
Tiga Front Perlawanan Palestina - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement