REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penggunaan karmin dalam beberapa produk makanan dan minuman serta kosmetik tengah menjadi perbincangan. Masalahnya, hasil fatwa LBM PWNU Jawa Timur menyatakan bahwa karmin najis dan haram dikonsumsi.
Hal itu sebab karmin yang menjadi pewarna dalam beberapa makanan dan minuman serta kosmetik berasal dari kutu daun (cochineal). Produk-produk makanan dan minuman (mamin) dengan karmin biasanya menggunakan keterangan kode E-120.
Lalu bagaimana hasil kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI)?
Komisi fatwa MUI sebenarnya sudah lama melakukan kajian tentang karmin. Hasil kajian MUI memfatwakan bahwa cochineal halal digunakan dalam makanan minuman dan kosmetik. Sekretaris komisi fatwa MUI KH Miftahul Huda mengatakan bahwa terjadinya perbedaan fatwa disebabkan karena perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam pengelompokan cochineal.
"Terkait penggunaan karmin sebagai pewarna makanan atau minuman secara kajian fikih memang ada perbedaan pendapat di antara ulama. Perbedaan tersebut dikarenakan ada perbedaan dalam mengelompokkan cochineal apakah termasuk serangga yang diharamkan atau tidak," kata kiai Miftahul Huda kepada Republika.co.id pada Rabu (27/09/2023).
Kajian MUI tentang karmin telah dilakukan pada 2011. Dan hasilnya menetapkan bahwa cochineal pada belalang yang termasuk hewan halal.
Lihat halaman berikutnya >>>