Sabtu 23 Sep 2023 11:11 WIB

Perempuan Dinilai Perlu Belajar Hukum

Perempuan dinilai rentan tersandung kasus hukum.

Pengacara Dini Eka Putri, S.H., M.H. menjelaskan peran perempuan di ranah hukum
Foto: istimewa
Pengacara Dini Eka Putri, S.H., M.H. menjelaskan peran perempuan di ranah hukum

REPUBLIKA.CO.ID,jAKARTA -- Pengacara Dini Eka Putri, S.H., M.H. menjelaskan peran perempuan di ranah hukum, terutama dalam ruang lingkup rumah tangga, Sabtu (23/9/2023) di Bogor.

"Dalam rumah tangga, banyak hal yang mengatur dan mengikat. Saya mengajak ibu-ibu untuk belajar tentang hukum terutama dalam lingkup rumah tangga," jelas Dini.

Baca Juga

Perempuan, menurut Dini, merupakan sosok yang rentan mengalami kasus hukum, baik sebagai korban maupun pelaku.

"Dan biasanya, ketika terlibat dalam suatu kasus hukum, posisi perempuan cenderung lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa," lanjut Dini yang juga menjabat sebagai Managing Partner Trust Law Office.

Dini mengatakan, berdasarkan riset, hanya sekitar 5 persen kasus KDRT yang dilaporkan pihak istri yang berlanjut hingga putusan.

"Data ini menunjukkan lemahnya budaya hukum di masyarakat kita, karena itu, mulailah dari diri kita, para istri, bahwa perempuan saat ini juga harus tahu soal hukum," katanya.

Banyak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi, baik di kalangan kelas atas (artis, selebriti, pejabat) maupun di kalangan masyarakat biasa.

"Belum lama ini, terjadi kasus istri dibunuh suami karena KDRT. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi ketika istri menyikapi permasalahan ini dengan baik," ungkap lulusan Universitas Djuanda Bogor itu.

Bagaimana sikap istri ketika menghadapi masalah hukum?

"Ketika ada kejadian, langsung buat laporan, salah jika kezoliman itu terus dibiarkan," tegas Dini yang juga Calon Anggota DPRD Dapil 2 Kabupaten Bogor itu.

Dalam hal KDRT, laporan kepada pihak berwajib dapat disampaikan di unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) terdekat.

Unit tersebut bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.

Faktor penghambat terbesar dalam kasus KDRT, jelas Dini, adalah budaya literasi hukum yang rendah dan toleransi terhadap kekerasan.

"Seringkali kita mengutamakan musyawarah dalam kasus KDRT dan memberikan toleransi kepada pelaku, padahal perilaku KDRT akan terus berulang," lanjutnya.

Karena itu, Dini mengimbau para istri yang menjadi korban dan juga keluarga Indonesia agar tidak membiarkan kejahatan dan kekerasan dalam rumah tangga berlarut-larut.

"Kita semua bisa menjadi agen perubahan dengan menghalangi seseorang berbuat kejahatan atau kekerasan dalam rumah tangga," tegasnya.

Bagaimana perempuan awam dapat belajar mengenai hukum?

Pentingnya perempuan belajar hukum adalah agar terhindar dari menjadi korban atau pelaku dalam tindak pidana atau perdata.

Menurut Dini, ada baiknya para perempuan, seorang istri atau ibu mempelajari hal-hal terkait hukum, misalnya membaca berita-berita tentang kasus hukum.

"Dengan perempuan aware terhadap kasus hukum, berarti ia menjaga anak dari kezoliman, melindungi diri sendiri dan anak," tandasnya.

Beberapa undang-undang dan peraturan yang perlu diketahui oleh seorang ibu antara lain: UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, UU ITE, dan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Terkait dengan kasus hukum dalam rumah tangga, Dini mengatakan bahwa perceraian tidak selalu menjadi solusi.

"Jika terjadi perceraian, tapi istri tidak dinafkahi, hal ini dapat merugikan istri. Karena itu, ketika membuat kesepakatan, harus hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian," jelasnya.

Suami istri yang berkonflik sebaiknya melakukan tahapan urun rembug dengan pihak keluarga sebelum memutuskan perceraian.

"Jika pun terjadi perceraian, anak harus menjadi perhatian suami istri karena tidak ada bekas anak. Selain itu, lingkungan juga turut bertanggung jawab untuk menjaga mental anak," tambahnya.

Khusus untuk warga Bogor, Dini menyarankan agar mengadukan kasus terkait kekerasan dalam rumah tangga dan anak kepada KPAD Kabupaten Bogor.

"Meskipun baru berdiri sejak 3-4 tahun, tapi KPAD Bogor sudah banyak membantu anak-anak yang terkait kasus," tutupnya.[]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement