Pesantren Takeran dan Pemberontakan PKI 1948 di Madiun
Pengaruh pesantren Takeran sebagai kekuatan politik Islam atau embrio Masyumi, diakui oleh Pengasuh Pondok Pesantren Sabilil Mutaqin (PSM), KH Zakaria. Dalam sebuah percakapan di sautu sore beberapa tahun silam, dia mengakui bila pesantrennya menjadi target penghancuran PKI yang kala itu dupimpin Musso.
“Saya yang melihat langsung peristiwa pada 17 September tahun 1948 itu, baru di kemudian hari sadar bila penculikan kiai dan pengepunan pesantren kami bukanlah aksi biasa yang tanpa tujuan. Para kader PKI kala itu benar-benar sudah mempersiapkannya dengan matang. Ini terbukti hanya dalam waktu singkat para pemberontakan tersebut mampu menguasai wilayah yang cukup luas, yakni meliputi Madiun, Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Blora, Pati, Cepu, dan Kudus. Jadi jelas ada persiapan matang mengingat pesantren kami adalah pusat gerakan Islam kala itu. Mereka pasti tahu di sinilah rapat-rapat awal Masyumi diselenggarakan,’’ katanya.
Lagi pula, lanjutnya sebelum meledak peristiwa pemberontakan itu, di sekitar Takeran beterbaran aneka pamflet tentang Muso yang kala itu baru pulang dari Moskow. ‘’Jadi pesantren Takeran dipilih untuk diserbu karena saat itu menjadi tempat atau basis pergerakan Islam. Kiai kami, Kiai Mursyid mau diajak berunding dan bersedia dibawa pergi oleh orang-orang berpakaian merah —dan kemudian hilang— karena sudah tahu pesantrennya terancam akan dibakar,'' kata Zakaria menegaskan.
Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya..