REPUBLIKA.CO.ID,GAZA – Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan, Israel bertanggung jawab atas gelombang pembunuhan terhadap komunitas Arab di wilayah yang didudukinya. Dia pun mengecam meningkatnya aksi kekerasan terhadap warga Arab di wilayah pendudukan, terutama di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
“Kami menganggap pendudukan Zionis bertanggung jawab atas pertumpahan darah dan pembunuhan yang terjadi di wilayah tahun 1948,” ujar Haniyeh dalam sebuah pernyataan yang dirilis Sabtu (2/9/2023), dikutip laman Mehr News Agency.
Dia pun menyoroti peran agen mata-mata Israel dalam hal tersebut. “Badan keamanan musuh Zionis memainkan peran berbahaya yang bertujuan melibatkan rakyat kami dalam perjuangan lain untuk melupakan ikatan agama dan sejarah mereka dengan rakyat Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan di pengasingan,” ucapnya.
Haniyeh juga meminta para intelektual dan masyarakat Palestina untuk memfokuskan upaya mereka pada perjuangan Palestina. Dia lebih lanjut menggarisbawahi perlunya strategi terpadu untuk mengakhiri pembunuhan terhadap warga Arab oleh Israel.
Menurut kelompok advokasi anti-kekerasan Abraham Initiatives, sebanyak 166 warga Arab di wilayah pendudukan telah dibunuh pasukan Israel sepanjang tahun ini. Jumlah itu merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah dan lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Sebagian besar korban tewas dalam penembakan.
Pekan lalu organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menyoroti terus berulangnya pembunuhan anak-anak Palestina oleh pasukan militer dan polisi perbatasan Israel. HRW pun sangat kecewa karena tak ada pertanggungjawaban atas kasus-kasus tersebut.
“Pasukan Israel semakin sering menembaki anak-anak Palestina yang hidup di bawah pendudukan. Kecuali sekutu Israel, khususnya Amerika Serikat (AS), menekan Israel untuk mengubah haluan, maka akan lebih banyak anak-anak Palestina yang terbunuh,” kata Bill Van Esveld, direktur asosiasi hak-hak anak di HRW, 28 Agustus 2023 lalu.
Menurut kantor berita Palestina, WAFA, hingga 22 Agustus 2023, pasukan Israel telah membunuh sedikitnya 34 anak-anak Palestina di Tepi Barat. HRW menyelidiki empat penembakan fatal terhadap anak-anak Palestina oleh pasukan Israel antara November 2022 dan Maret 2023.
Dalam penyelidikan empat penembakan fatal terhadap anak-anak Palestina, tim peneliti HRW mewawancarai secara langsung tujuh saksi, sembilan anggota keluarga, dan warga lainnya, pengacara, dokter, staf dan pekerja lapangan di kelompok HAM Palestina dan Israel, meninjau rekaman CCTV dan video yang diunggah di media sosial, pernyataan oleh badan keamanan Israel, catatan medis, serta laporan berita.
Menurut HRW, otoritas Israel telah menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga Palestina dalam situasi kepolisian selama beberapa dekade. Israel pun kerap kali gagal meminta pertanggungjawaban pasukannya yang melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina, termasuk anak-anak. Menurut laporan kelompok HAM Israel, Yesh Din, dari 2017 hingga 2021, kurang dari satu persen pengaduan mengenai pelanggaran yang dilakukan pasukan militer Israel terhadap warga Palestina, termasuk pembunuhan dan pelanggaran lainnya, berujung pada dakwaan.
Sekretaris Jenderal PBB diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB untuk setiap tahun membuat daftar kekuatan militer dan kelompok bersenjata yang bertanggung jawab atas pelanggaran berat terhadap anak-anak dalam konflik bersenjata. Antara tahun 2015 dan 2022, PBB menghubungkan lebih dari 8.700 korban anak-anak dengan pasukan Israel. Namun Israel tidak pernah terdaftar dalam daftar tersebut. Laporan tersebut berulang kali menyebutkan kekuatan lain yang membunuh dan melukai anak-anak jauh lebih sedikit dibandingkan yang dilakukan Israel.
Menurut HRW, PBB telah melewatkan kesempatan untuk melindungi anak-anak dengan mengabaikan Israel ke dalam daftar. Menurut HRW Sekretaris Jenderal harus menggunakan kriteria objektif untuk menentukan daftar tahun 2023. “Anak-anak Palestina hidup dalam realitas apartheid dan kekerasan struktural, di mana mereka dapat ditembak mati kapan saja tanpa adanya prospek pertanggungjawaban yang serius. Sekutu Israel harus menghadapi kenyataan buruk ini dan menciptakan tekanan nyata untuk akuntabilitas,” ujar Bill Van Esveld.
Warga Palestina di Tepi Barat dilindungi berdasarkan Konvensi Jenewa. Pembunuhan yang disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi oleh penguasa pendudukan di luar batas yang diperbolehkan berdasarkan standar hak asasi manusia merupakan pelanggaran berat terhadap hukum pendudukan.