Kamis 17 Aug 2023 11:59 WIB

Awal Mula Kehidupan Muslim di Eropa Hingga Muncul Islamofobia 

Islamofobia harus direspons dengan kearifan Islam.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim
Foto:

"Tapi kemudian ada kelompok tertentu di masyarakat, misalnya di Jerman yang menyimpan perasaan xenophobia, xenophobia adalah perasaan benci, khawatir dan takut dengan kehadiran orang lain yang berbeda suku, agama, bahasa, nasionality dan lain sebagainya," jelas Sudarnoto.

Sudarnoto menjelaskan, Muslim di Eropa banyak yang sudah menjadi warga negara asli. Kelompok-kelompok tertentu ekstrem kanan itu masih menganggap Muslim sebagai ancaman. 

Di Jerman, dulu ada neo Nazi. Mereka tidak suka dengan kehadiran orang Turki. Anak-anak neo Nazi banyak yang tidak kerja karena pendidikannya tidak bagus dan banyak yang kacau kehidupannya. Tapi mereka tidak mau ada kehadiran orang yang berbeda dengan mereka. 

"Itulah kemudian yang membuat munculnya kebencian terhadap orang Turki (Muslim), kebencian itu kemudian meluas dan menyebar dan sekarang menjadi Islamophobia," kata Sudarnoto.

Menurut Sudarnoto, fenomena dan gejala xenophobia yang terjadi di Jerman juga muncul di tempat-tempat lain seperti di Amerika. Ditambah ideologi mereka memperburuk keadaan. Jadi ideologi kanan itu tidak selalu mesti berkaitan dengan agama. Ada yang namanya sekuler kanan seperti yang ada di Denmark, ada sekuler kanan bahkan ada ateis.

Kelompok sekuler kanan ini tidak suka melihat pertumbuhan umat Islam. Kebencian mereka jelas sekali, mereka meminta supaya Swedia dan Denmark menghapuskan Islam.

"Swedia dan Denmark adalah negara demokratis liberal dan paling liberal di dunia dan paling sekuler, memang negara lain seperti Prancis dan Inggris sekuler juga tapi tidak sampai sekuler kanan seperti Swedia dan Denmark," ujar Sudarnoto.

Sudarnoto mengatakan, ada dimensi ideologis, kebencian dan agama, semua itu bercampur jadi islamophobia. Inilah yang digerakkan Rasmus Paludan dan kawan-kawannya.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional ini menerangkan, aksi membakar Alquran dan islamophobia menjadi persoalan, Swedia dan Denmark kerepotan. Kalau tidak ditangani pasti repot.

"Saya sudah bilang kalau tidak ditangani pasti repot karena akan menimbulkan tindakan kekerasan baru yang dilakukan oleh siapa saja," ujar Sudarnoto.

Perlunya Undang-Undang Anti Islamophobia

Sudarnoto menyampaikan, problem di Swedia dan Denmark adalah undang-undang (UU). Mereka tidak punya undang-undang yang melarang membangun semangat anti Islam atau penistaan agama. Artinya mereka boleh menistakan agama atas nama demokrasi kebebasan berpendapat. Kalau di negara-negara barat lain itu tidak seperti itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement