Rabu 16 Aug 2023 14:34 WIB

Peran Besar Laskar Hizbullah dalam Perang Kemerdekaan 

Laskar Hizbullah dilandasi dengan niat jihad fi sabilillah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Peran Besar Laskar Hizbullah dalam Perang Kemerdekaan. Foto: Pejuang bersenjatakan bambu runcing di masa perang kemerdekaan. (Ilustrasi).
Foto:

Dengan perannya yang besar itu, tambah dia, Laskar Hizbullah pada perkembangannya akhirnya diajak untuk bergabung dengan TNI. "Karena itu, sebenarnya harus ada semacam penulisan sejarah di mana menampakkan peranan dari macam-macam kekuatan, tidak hanya didominasi oleh kekuatan tertentu," jelas Anhar. 

Sementara itu, dalam buku “Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia”, Zainul Milal Bizawie menjelaskan, Laskar Hizbullah dan Sabilillah menjadi bukti historis  yang tidak terbantahkan dalam membela Republik Indonesia.

Namun, setelah pasukan Belanda semakin banyak yang masuk ke Indonesia, pemerintah Republik Indonesia mengambil sikap yang lebih militan. Pada 1 Januari 1946, Kementerian Keamanan diganti namanya menjadi Kementerian Pertahanan dengan mendapatkan tanggung jawab yang luas.

Pada saat bersamaan, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga diubah namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Namun, ternyata nama ini belum final. Pada 24 Januari 1946, nama itu diganti lagi menjadi Tentara Republika Indonesia (TRI).

Bulan berikutnya, Kementerian Pertahanan kemudian membentuk Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara yang bertugas untuk menyusun tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan pertahanan, organisasi tentara, peralihan dari TKR menjadi TRI, dan kedudukan laskar-laskar perjuangan.

Kendati demikian, dalam internal Hizbullah sempat muncul penolakan terhadap upaya penggabungan ketika kesatuan reguler masih bernama TRI. Sikap ini ditunjukkan oleh kesatuan Hizbullah yang bergabung dalam Hizbullah Sunan Ampel di bawah pimpinan Mayor Mansur Solichy. Ia khawatir dengan penggabungan itu, maka Hizbullah nantinya akan diperlakukan seperti anak tiri.

Namun, pada 5 Mei 1947 akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara. Pada 3 Juni 1947, Soekarno kemudian meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu wadah tentara nasional dengan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipimpin Jenderal Sudirman.

Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua angkatan perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh pucuk pimpinan TNI.

Setelah TKR diubah menjadi TNI, maka sikap Hizbullah Sunan Ampel pun melunak. Hizbullah akhirnya lebih memilih mengikuti langkah pemerintah dan pimpinan TNI dengan berbagai pertimbangan, diantaranya karena keterbatasan persenjataan yang dimiliki.

Sebagai tindak lanjut, pada 15 Juni 1947 seluruh jajaran pimpinan pusat Hizbullah mengadakan Konferensi Hizbullah se-Jawa dan Madura di Yogyakarta. Hasil konferensi didapatkan keputusan aklamasi bahwa Hizbullah bergabung ke dalam TNI. Akhirnya, kesatuan-kesatuan Hizbullah dalam TNI melebur ke dalam kesatuan setingkat brigade, resimen, batalyon, dan seksi pasukan dalam organisasi TNI.

Namun, berdasarkan keterangan KH Saifuddin Zuhri, perundingan tingkat tinggi antara pimpinan kelaskaran dengan pihak pemerintah dicapai satu keputusan bahwa tidak semua anggota kelaskaran dilebur dalam TNI. Pemerintah menetapkan bahwa Hizbullah hanya mendapat satu batalyon dalam satu divisinya.

KH Wahib Wahab akhirnya menyerahkan Batalyon Munasir menjadi TNI dan Munasir menjadi komandan dengan pangkat Mayor. Sedangkan devisi yang dipimpin KH Saifuddin Zuhri menyerahkan Batalyon Suroso menjadi TNI dan Suroso sebagai komandannya. Begitu juga dengan devisi-devisi Hizbullag di beberapa daerah.

Keputusan yang diambil oleh kesatuan Hizbullah itu untuk membantu TNI memperkuat barisan pertahanan. Mereka bertekad untuk menjaga kemerdekaan Indonesia tanpa harus bersikukuh mempertahankan eksistensi laskar.

Ketika Hizbullah dilebur ke dalam TNI, Panglima Hizbullah KH Zainul Arifin diangkat sebagai sekretaris pada pucuk pimpinan TNI atau semacam Sekretaris Jenderal Pertahanan Keamanan sekarang. Kiai Zainul Arifin sempat kecewa dan prihatin dengan banyaknya anggota Hizbullah dan Sabilillah yang tidak lulus untuk masuk TNI.

 

Namun, bagi kiai dan santri, perjuangan untuk meraih kemerdekaan itu semata-mata hanya karena Allah. Karena itu, meskipun saat itu banyak santri dan kiai yang tidak diterima masuk TNI, mereka tetap menerimanya dengan ikhlas dan kembali ke pesantren untuk memberikan pendidikan agama kepada generasi muda. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement