Selasa 15 Aug 2023 16:08 WIB

Buntut Pembakaran Alquran, Inggris dan AS Waspada Kemungkinan Serangan Teroris

Swedia dan Denmark meningkatkan keamanan menyusul serangan di sejumlah negara Muslim.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran memamerkan dan menginjak bendera Swedia tiruan saat protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Karachi, Pakistan, Ahad (2/7/2023).
Foto: EPA/ SHAHZAIB AKBER
Demonstran memamerkan dan menginjak bendera Swedia tiruan saat protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Karachi, Pakistan, Ahad (2/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris mendesak warganya yang melakukan perjalanan ke Swedia untuk tetap berhati-hati. Mereka khawatir terhadap kemungkinan serangan teroris setelah aksi pembakaran Alquran oleh aktivis anti-Islam bulan lalu.

Dalam imbauan perjalanan yang diperbarui, Inggris menyebut pihak berwenang Swedia telah menghentikan serangan yang direncanakan. Bahkan, mereka melakukan beberapa penangkapan sejak kasus pembakaran tersebut.

Baca Juga

"Saat ini Anda harus waspada. Teroris sangat mungkin mencoba dan melakukan serangan di Swedia," ujar pembaruan tersebut, dikutip di Human Events, Selasa (15/8/2023).

Bukan hanya itu, mereka juga menyebut tempat-tempat ramai yang kerap dikunjungi wisatawan dapat menjadi target potensial untuk serangan semacam itu. Penasihat Keamanan Nasional Swedia Henrik Landerhholm mengamini imbauan perjalanan Inggris itu. Ia juga membenarkan ada peningkatan ancaman terhadap negara Skandinavia itu sejak aksi pembakaran Alquran bulan lalu.

Tidak hanya Inggris...

Setidaknya Landerholm mencatat ada tiga insiden utama yang berkontribusi pada penilaian risiko di negara tersebut. Hal ini dimulai dengan penyerbuan kedutaan Swedia di Irak pada 19 Juli.

Disampaikan pula ada percobaan serangan terhadap kedutaan besar Swedia di Lebanon pada 9 Agustus. Terakhir, terjadi penembakan seorang karyawan di konsulat Swedia di Turki pada 1 Agustus.

Di Swedia, aksi membakar kitab suci Islam, Alquran, bukan tindakan ilegal. Hal itu diperbolehkan di bawah aturan kebebasan berbicara negara. Namun, umat Islam menganggap pembakaran kitab suci ini sebagai penistaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement