Ahad 23 Jul 2023 08:36 WIB

Tilik Kaji Londo Amerika: Dari Pertemuan Para Presiden Partikelir Hingga Terong Gosong

Kisah Kaji Londo Amerika yang memilih tinggal di pelosok Magelang.

KH Yahya Cholil Staquf, H Charles Holand Taylor ( H Muh Kholil, dan Nazib Azka (kiri) saat bertemeu di Magelang.
Foto: muhammad subarkah
KH Yahya Cholil Staquf, H Charles Holand Taylor ( H Muh Kholil, dan Nazib Azka (kiri) saat bertemeu di Magelang.

Oleh: DR Nazib Azca, Wakil Sekjen PB NU dan Akademisi UGM.

“Kaji tilik kaji” alias haji mengunjungi haji. Itulah yang terjadi pada Kamis pagi lalu di Kecamatan Borobudur, Magelang. 

Baca Juga

Tapi ini bukan sembarang haji. Siapakah gerangan haji yang dikunjungi oleh Kiai Haji Yahya Cholil Staquf, ketum PBNU, bersama ‘kaji anyar’ Muhammad Najib Azca?

Ia bernama Haji Muhammad Kholil alias Charles Holland Taylor. 

Pria kelahiran Winston-Salem, North Carolina, Amerika Serikat, itu memeluk agama Islam sejak tahun 2003. Sosok yang memengaruhinya bersalin iman adalah Gus Dur alias Kiai Haji Abdurrahman Wahid, ketua umum PBNU periode 1984-1999 dan Presiden Republik Indonesia pada 1999-2001.

Acap berkunjung ke Indonesia sejak tahun 1990an sebagai pebisnis telekomunikasi, Holland kepincut dengan sosok unik Gus Dur yang memiliki kombinasi langka ‘intelektualitas tinggi dan luas dengan spiritualitas yang dalam’. Menurut penuturan Holland, mereka mula berjumpa dan berkenalan saat bersemedi di Parang Kusumo, Yogyakarta. 

Holland akhirnya menikah dengan seorang perempuan santri dari Borobudur, Magelang, bernama Nining Niluh Sudarti pada 2003, dan selanjutnya menetap di sana hingga kini. Bersama tiga anak, mereka tinggal sekitar 3 km di selatan Candi Borobudur di dusun Pakem, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Magelang—tak jauh dari Hotel Aman Jiwo yang legendaris itu.   

Perjumpaannya dengan Gus Dur bukan sekadar membuatnya berpindah agama; lebih dari itu mengubah seluruh arah dan orientasi hidupnya. Ia meninggalkan dunia bisnis dan lebih banyak berkutat di dunia ‘kebatinan Jawa’, sekaligus menjadi aktivis gerakan perdamaian berbasis keagamaan, khususnya melalui Jamiyyah NU.

Demikianlah, dia ‘mendharmakan hidupnya’ (demikian ia acap menyebut dalam perbincangan) dengan mendukung agenda-agenda internasional yang dilakukan oleh Gus Dur—dan dilanjutkan hingga kini oleh Gus Yahya. 

Lihat lanjutan tulisan di halaman berikutnya...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement