Kamis 06 Jul 2023 22:33 WIB

RI Diminta Dorong Tragedi Urumqi ke Mahkamah Internasional

Pembunuhan terhadap pekerja Uighur memantik keprihatinan para mahasiswa.

Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi unjuk rasa di Kawasan Patung kuda, Jakarta, Rabu (5/7/2023). Dalam aksi tersebut mereka menuntut agar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membawa kasus tindakan kekerasan dan pelanggaran oleh Pemerintah China terhadap kelompok muslim Uighur khususnya tragedi di Urumqi, China pada 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi unjuk rasa di Kawasan Patung kuda, Jakarta, Rabu (5/7/2023). Dalam aksi tersebut mereka menuntut agar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membawa kasus tindakan kekerasan dan pelanggaran oleh Pemerintah China terhadap kelompok muslim Uighur khususnya tragedi di Urumqi, China pada 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Pemerintah Indonesia diminta untuk menginisiasi upaya bersama membawa pelaku beserta  aktor intelektual pembantaian ratusan mahasiswa dan Muslim Uighur dalam Tragedi Berdarah Urumqi 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional. Inisiasi RI bisa diikuti oleh negara-negara dunia agar korban dan keluarga korban Tragedi Berdarah Urumqi, segera mendapatkan keadilan.

Tragedi Berdarah Urumqi berawal dari tewasnya dua pria Muslim Uighur dengan sangat mengenaskan akibat dikeroyok massa, yang termakan isu bahwa keduanya telah memperkosa seorang wanita suku Han (asli Tiongkok) di Shaoguan, China. Video detik-detik serangan, penyiksaan, hingga tewasnya dua pria Uighur tersebut dinilai sengaja disebar antek Pemerintah China ke media sosial.

Peneliti senior Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) AB Solissa menyebut langkah  tersebut membuat ketegangan menjadi memuncak, sehingga korban tewas dan terluka semakin bertambah. “Dari laporan wartawan Guardian di tempat kejadian, diketahui jumlah korban tewas lebih dari 30 orang Uighur, sementara data dari The China Project menyebut 36 orang tewas dan 126 lainnya terluka,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis, (6/7/2023).

Angka ini, lanjut AB Solissa, sangat berbeda dengan keterangan otoritas China setempat yang mengklaim hanya dua orang muslim Uighur yang tewas dalam kejadian yang terjadi pada 25 Juni 2009 tersebut. Pembunuhan keji terhadap pekerja Uighur yang videonya menyebar luas di media sosial memantik rasa keprihatinan para mahasiswa dan warga Muslim Uighur di Urumqi. Mereka melakukan aksi unjuk rasa damai, menuntut pemerintah menyeret pelaku pembunuhan serta membuka tabir peristiwa tersebut.

Aksi damai mahasiswa dan warga muslim Uighur 5 Juli 2009 tersebut, dijawab Beijing dengan memerintahkan polisi dan tentara untuk melepaskan tembakan ke arah massa, sehingga memicu kerusuhan. Anehnya, pihak berwenang China melaporkan 197 orang (kebanyakan dari warga suku Han) tewas dan 700 orang lainnya terluka dalam kerusuhan tersebut. “Dari informasi sejumlah media, Sekretaris Partai Komunis China di Xinjiang, Wang Lequan, muncul di televisi nasional menegur muslim Uighur, dan mendesak Suku Han China untuk membalas dendam,” terang AB Solissa.

“Tersulut provokasi Wang Lequan, orang-orang suku Han yang berbekal senjata tajam, mengamuk di Urumqi untuk membalas dendam, membunuh seluruh orang Uighur yang mereka temui,” tutur AB Solissa.

CENTRIS memiliki pandangan bahwasanya kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam Tragedi Berdarah Urumqi, dapat segera di bawa ke PBB, dengan sejumlah bukti kuat lainnya. Di antaranya, pengakuan saksi hidup, yakni orang-orang Uighur yang berhasil lolos dari peristiwa pembantaian tersebut. “Di berbagai media, mereka mengaku melihat langsung pembantaian yang dilakukan polisi dan tentara China, serta pembunuhan secara membabi-buta oleh orang-orang suku Han terhadap Muslim Uighur di Urumqi. Ini bisa jadi novum baru,” jelas dia.

Dari keterangan para saksi, diperoleh informasi jika polisi dan tentara Beijing dengan cepat membersihkan sisa-sisa pembantaian. Keesokan harinya, lokasi tewasnya ratusan Muslim Uighur telah bersih dari sisa-sisa tubuh maupun darah korban yang tewas atau terluka. Dia menjelaskan, CENTRIS menduga Tragedi Urumqi adalah titik awal upaya China untuk mereduksi atau melakukan program genosida Muslim Uighur, mengingat populasi muslim Uighur dan kertertarikan masyarakat China akan Islam semakin tinggi.

“Pengganti Wang Lequan yakni Chen Quanguo yang, pada awal-awal tahun 2016 meluncurkan kebijakan pengawasan 24/7 di seluruh Xinjiang, memaksa sterilisasi wanita Uighur, dan memulai penghapusan budaya dan bahasa Uighur secara sistematis,” ungkap AB Solissa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement