Rabu 21 Feb 2024 07:20 WIB

Turki Tahan Enam Orang yang Diduga Mata-Mata Cina

Polisi masih mencari beberapa orang lainnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Ribuan orang berdemonstrasi untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Palestina di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza, di Istanbul, Turki, Senin, (1/1/2024).
Foto: AP Photo/Emrah Gurel
Ribuan orang berdemonstrasi untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Palestina di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza, di Istanbul, Turki, Senin, (1/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kantor berita Anadolu Agency melaporkan pihak berwenang Turki menahan enam orang yang diduga melakukan spionase untuk badan intelijen Cina. Orang-orang itu memata-matai warga etnis Uighur yang tinggal di Turki.

Pada Selasa (20/2/2024) kantor berita Turki itu menambahkan polisi masih mencari beberapa orang lainnya. Jaksa di Istanbul mengidentifikasi tujuh orang yang diyakini mengumpulkan informasi individu-individu terkenal di masyarakat Uighur dan beberapa asosiasi yang memiliki hubungan dengan mereka di Turki.

Baca Juga

Jaksa tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Sekitar 50 ribu warga etnis Uighur tinggal di Turki yang merupakan diaspora Uighur terbesar di luar Asia Tengah. Etnis Turki memiliki ikatan yang kuat secara etnisitas, keagamaan dan bahasa dengan etnis Uighur yang sebagian besar beragama Islam dan dapat berbicara bahasa Turki.

Beberapa negara termasuk Turki memantau aktivitas pemerintah Cina terhadap masyarakat minoritas Uighur. Kedutaan Besar Cina di Turki belum menanggapi permintaan komentar mengenai laporan Anadolu.

Bulan lalu pihak berwenang Turki menahan 34 orang yang diduga memiliki koneksi dengan badan intelijen Israel, Mossad dan mengincar warga Palestina yang tinggal di Turki. Sejak itu badan intelijen Turki, MIT menggelar operasi lain terhadap orang-orang yang diduga agen Mossad yang beroperasi di Turki.

Alarabiya melaporkan meskipun tidak banyak bicara mengenai masalah diskriminasi minoritas Uighur di Cina  dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Recep Tayyip Erdogan sebelumnya menuduh Cina melakukan "genosida" terhadap kelompok etnis tersebut.

Aktivis dan beberapa pemerintah mengatakan Beijing melakukan penghapusan budaya sistematis dan penahanan massal terhadap warga Uighur dan minoritas, muslim lainnya di wilayah Xinjiang. Tuduhan ini dibantah keras oleh Beijing.

Pada 2022 PBB merilis laporan yang merinci bukti-bukti "kredibel" tentang penyiksaan, perawatan medis paksa, dan kekerasan berbasis seksual atau gender serta kerja paksa di wilayah tersebut. 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement