Selasa 27 Jun 2023 08:40 WIB

Bandingkan dengan Ahmad Moshaddeq, BNPT Nilai Panji Gumilang Pandai Bertakiyah

BNPT nilai Panji Gumilang dengan Al Zaytun termasuk gerakan radikalisme.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Erdy Nasrul
Suasana lengang terlihat di depan pintu masuk Mahad Al-Zaytun, di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Senin (26/6/2023).
Foto: Dok Republika
Suasana lengang terlihat di depan pintu masuk Mahad Al-Zaytun, di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Senin (26/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Deradikalisasi BNPT RI, Brigjen Pol. Ahmad Nurwahid menilai ajaran Al Zaytun dinilai mirip dengan Al Qiyadah Al Islamiyah yang didirikan Ahmad Moshaddeq yang memiliki ajaran sinkretisme yang belakangan bermetamorfosa menjadi Gafatar. Hanya saja menurutnya pimpinan Al Zaytun yakni Panji Gumilang tidak mengaku nabi dan lebih pandai dalam bersiasat. 

"Yang diajarkan Al Zaytun itu mirip, mirip dengan Gafatar atau Al Qiyadah Al Islamiyah, cuma Panji Gumilang tidak ngaku nabi, artinya Panji Gumilang di sini lebih pandai dalam bertakiyah, bersiasat, dengan memformat diri mendirikan pondok pesantren , kemudian berkolaborasi ataupun pura-pura cinta NKRI, dia tobat tidak akan mendirikan negara Islam dan lain sebagainya," kata Ahmad Nurwahid saat mengisi webinar yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan tema PP Al Zaytun : Pendidikan Kontra Produktif pada Senin (26/06/2023) malam.

Baca Juga

Sehingga menurut Ahmad Nurwahid dengan sepak terjang Panji Gumilang tersebut menjadikan Al Zaytun seolah-olah menjadi produk intelijen. Lebih lanjut Nurwahid mengatakan Al Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang  belum masuk sebagai terorisme. Sehingga tidak bisa diterapkan dengan UU no 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

Meski begitu menurutnya Al Zaytun  sudah dapat dikategorikan atau terindikasi kuat sebagai paham radikalisme. Tetapi kata dia yang menjadi permasalahan adalah setiap orang yang terpapar paham radikal selagi tidak bergabung dengan jaringan teror yang masuk dalam list Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT) seperti Jamaah Islamiyah  (JI), Daulah Islamiyah Nusantara, Jamaah Ansharut Daulah (JAD), atau pun Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), maka menurutnya belum bisa diterapkan UU no 5 tahun 2018.

Lalu bagaimana penanganannya? Berkaca pada penanganan Khilafatul Muslimin, menurut Ahmad Nurwahid yang menangani adalah polisi umum yakni dalam konteks kasus tersebut adalah ditangani Polda Metro Jaya berkolaborasi dengan Polda Lampung dengan menerapkan UU pidana di luar UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, seperti UU Ormas nomor 16 tahun 2017, UU Sisdiknas, UU nomor 1 tahun 1946, termasuk UU tentang penggalangan dana. 

"Demikian pula karena Al Zaytun ini belum masuk kategori terorisme maka belum menjadi ranahnya Densus 88 anti teror maupun kami di BNPT. Tapi bukan berarti kami lepas tangan, kami tetap membantu dalam monitoring maupun konsultasi termasuk kami mengkoordinasikan stakeholder terkait untuk FGD dan lain sebagainya termasuk dengan MUI," katanya.

Oleh karena itu menurut Nurwahid menyangkut penanganan Al Zaytun dapat dilakukan dua sisi yakni melalui tindakan bersifat edukatif yang dilakukan Kementerian Agama termasuk pembinaan ribuan para santri Al Zaytun, dan tindakan bersifat yuridis yang dilakukan Polri dengan menggunakan UU Ormas, UU penggalan dana, termasuk sejumlah laporan tindak pidana yang telah masuk di Polda. 

Sekilas tentang Mushaddeq

Ahmad Moshaddeq pernah mengaku sebagai rasul baru. Kehadirannya sempat menghebohkan jagat nusantara pada 2007 lalu. Pemimpin Al Qiyadah Al Islamiyah tersebut pun sempat menyatakan pertobatannya sebagai nabi baru sebelum ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka. 

Ahmad Moshaddeq mengaku khilaf dan bertobat atas pengakuannya sebagai rasul. Moshaddeq akan kembali menjalankan ajaran Islam serta tak akan menyebarkan ajaran sesat yang pernah disampaikan kepada pengikutnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement