REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tata cara sholat Idul Fitri di Pesantren Al Zaytun beberapa waktu lalu memunculkan kontroversi. Ini karena tata cara sholat dilakukan dengan cara yang tak lazim.
Di antaranya, sholat berjarak dan adanya wanita di barisan shaf sholat terdepan. Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat baru-baru ini menggelar Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Hidayatut Tholibin di Indramayu. Bahtsul Masail tersebut mengangkat tema seputar kontroversi penyimpangan ajaran di pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.
Salah satunya kontroversi perihal pelaksanaan sholat dengan teknis yang tidak lumrah dilakukan oleh umat Islam.
Al-Zaytun waktu itu telah ditanyakan oleh Kemenag Indramayu perihal sholat itu. Kepada Kemenag Indramayu, pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang mengklaim bahwa tata cara sholat Ied yang dianggap kontroversi oleh sebagain besar umat Muslim Indonesia ini berlandaskan pada surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya “Berlapang-lapanglah dalam suatu majlis‟. Sehingga mereka memaknai ayat tersebut dengan memberikan area ruang yang lebih luas ketika pelaksanaan sholat Idul Fitri berlangsung.
Menanggapi penafsiran ayat Alquran ini, PWNU Jabar melalui Bahtsul Masailnya menyebutkan bahwa penafsiran Al Zaytun terhadap surat Al Mujadalah ayat 11 dianggap telah menyimpang dari ahlussunnah wal jamaah (aswaja) dan dianggap sebagai penafsiran Alquran yang sangat serampangan di mana ancamannya adalah api neraka.
“Istidlal pihak Al Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul (makna yang dikehendaki),” kata Bahtsul Masail PWNU Jabar, Jumat (16/6/2023).
Penyimpangan istidlal al Zaytun dalam konteks ini antara lain, makna “Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan sholat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilahkan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk. Bertentangan dengan hadits shahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan shalat dan bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan sholat.
Tidak berhenti sampai di situ, terpampang nyata juga sosok perempuan berada di shaf pertama dan seorang non muslim di sampingnya turut menghadiri pelaksanaan sholat Ied. Menjawab persoalan ini, pendiri Al-Zaytun, Panji Gumilang mengaku mengikuti madzhab Bung Karno, di mana dalam hukum Islam tidak dapat dibenarkan.
“Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram,” bunyi pernyataan Bahtsul Masail.
Agenda Bahtsul Masail ini menghadirkan mushohih yakni KH Ubaidillah Harits, KH Juhadi Muhammad, KH Ahmad Baidhowi, KH Ahmad Yazid Fattah, KH Ghufroni Masyhuda, KH Masqsudi Marfu, Kh Abu Bakar Sidiq, dan KH Mutohar.
Sedangkan perumus adalah KH Zaenal Mufid, KH Umar Faruq, K Khozinatul Asror, K M Mubasysyarum, KH MNA Syamil Mumtaz, K Abdul Hamid, K Afif Yahya Azis.