Selasa 13 Jun 2023 19:04 WIB

Israel Tunda Sementara Duduki Tepi Barat Palestina untuk Pemukiman

AS dan Uni Eropa keberatan dengan rencana pemukiman di Tepi Barat Palestina.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
 Pemandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eli, Selasa, 14 Februari 2023. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada hari Selasa menepis kritik Amerika terhadap pembangunan pemukiman baru di Tepi Barat.
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Pemandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eli, Selasa, 14 Februari 2023. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada hari Selasa menepis kritik Amerika terhadap pembangunan pemukiman baru di Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Israel menunda perluasan pemukiman di timur Yerusalem, yang jika dibangun, akan membagi Tepi Barat menjadi dua.

Dilansir di Middle East Eye, Senin (10/6/2023), Subkomite Israel keberatan dalam Komite Perencanaan Tinggi Administrasi Sipil, yang mengesahkan pembangunan pemukiman di Tepi Barat.

Baca Juga

Rencana proyek permukiman E1, yang akan membangun 3.412 unit rumah untuk pemukim Yahudi di tanah Palestina yang diduduki akan menghubungkan pemukiman Kfar Adumim dan Maale Adumim dengan Yerusalem Timur yang diduduki. Menurut media Israel Haaretz, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta dewan Maale Adumim untuk menarik permintaannya untuk mengadakan sidang kontroversial pada proyek E1.

Rencana tersebut secara efektif akan membagi Tepi Barat menjadi dua, mengisolasi Yerusalem Timur dari komunitas Palestina di Tepi Barat. Mereka memaksa warga Palestina untuk membuat jalan memutar yang lebih panjang untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain sementara memungkinkan perluasan permukiman yang menampung orang Israel.

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah lama keberatan dengan rencana pemukiman tersebut. Mereka memperingatkan pemerintahan Israel berturut-turut untuk tidak melanjutkan proyek tersebut.

Alon Cohen Lifshitz dari Bimkom, sebuah kelompok perencana dan arsitek profesional hak asasi manusia Israel, menyebut proposal itu sebagai kejahatan perang. Bimkom bersiap mengajukan keberatan jika pertemuan itu dilangsungkan pekan depan.

"Keberatan utama kami dari perspektif hukum internasional adalah bahwa itu adalah kejahatan perang. Di dalam wilayah perbatasan dalam rencana itu ada tiga komunitas. Persetujuan rencana itu akan menciptakan paksaan pemindahan komunitas-komunitas ini yang ada di sana bahkan sebelum rencana itu disetujui,"ujar Lifshitz.

Perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat telah meninggalkan tambal sulam komunitas Palestina yang semakin terpecah di wilayah pendudukan, membuat kelangsungan hidup negara Palestina di masa depan semakin tidak mungkin. Ini juga menciptakan apa yang orang Israel sebut sebagai "fakta di lapangan", sebuah argumen yang telah digunakan Israel di masa lalu untuk mendorong dimasukkannya pemukiman di tanah Palestina sebagai bagian dari Israel dalam setiap negosiasi status akhir di masa depan antara Israel dan Palestina.

Sementara proyek E1 mewakili upaya yang paling terlihat untuk inisiatif semacam itu, Lifshitz mengatakan bahwa seluruh Tepi Barat terfragmentasi oleh pemukiman di mana-mana, yang menciptakan matriks kontrol yang tersebar di wilayah pendudukan.

"Kalaupun perluasan tidak dibangun, saya tidak melihat ada hubungan yang kuat antara utara dan selatan Tepi Barat," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement