Sabtu 10 Jun 2023 12:43 WIB

Dilarang Usut Korupsi, PBNU: Awas Pelemahan Kejaksaan

Sejumlah advokat mengajukan uji materi kewenangan penyidikan Kejagung.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Uji Materi Kewenangan, LD PBNU: Patut Diduga untuk Melemahkan Kejagung. Foto:   Personel Kejaksaan/ilustrasi
Foto: suarapublik.com
Uji Materi Kewenangan, LD PBNU: Patut Diduga untuk Melemahkan Kejagung. Foto: Personel Kejaksaan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajuan judicial review oleh sejumlah advokat yang menginginkan kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut dinilai sebagai serangan balik untuk melemahkan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab) mengatakan, harus dipahami bahwa kewenangan Kejagung untuk ikut menangani atau menyelidiki persoalan-persoalan korupsi itu tidak hanya diatur dalam undang-undang tentang Kejaksaan, tapi juga diatur dalam undang-undang KPK, undang-undang tindak pidana korupsi, undang-undang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, dan undang-undang TPPU. 

Baca Juga

"Jadi kalau itu kemudian dipersoalkan dan digugat hanya dengan dalih agar supaya kewenangan-kewenangan ada pada lembaga terpisah, itu akan terjadi pelemahan terhadap kewenangan korps Adyaksa tersebut dan ini akan menjadi preseden buruk ke depan di dalam penanganan persoalan korupsi," ujar Gus Aab saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/6/2023). 

Seperti diketahui, menurut dia, para koruptor yang sekarang sedang terbelit kasus di BUMN, baik itu ada pada Garuda maupun kasus megakorupsi seperti ASABRI, Jiwasraya, kasus minyak goreng Duta Palma, dan kasus Waskita Karya, saat ini berada dalam penanganan Kejagung. Karena itu, menurut Gus Aab, mereka yang terlibat dengan kasus-kasus tersebut akan melakukan berbagai macam cara untuk melawan terhadap penanganan korupsi, sehingga mereka bisa terlepas dari jerat hukum. 

"Salah satunya adalah dengan cara melakukan judicial review agar supaya kewenangan pihak tertentu yang memang berada pada garda terdepan dalam penanganan korupsi ini diangkat kewenangannya atau dihilangkan kewenangannya. Sehingga apa yang dilakukan itu sangatlah tidak tepat di dalam penyelenggaraan negara yang bebas korupsi dan akan menjadi preseden buruk terhadap penindakan terhadap tindak pidana korupsi pada tahun-tahun mendatang," ungkap Gus Aab. 

Menurut dia, pengajuan judicial review oleh beberapa advokat tersebut jelas akan merugikan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. Dia pun mencurigai langkah para advokat tersebut sebagai kepanjangan tangan dari para koruptor yang terlibat korupsi. 

"Dan ini patut dicuragai bahwa ini adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh para koruptor untuk keluar daripada kasus yang membelit mereka, yang kemudian menggunakan tangan-tangan orang lain untuk melakukan judicial review," kata Gus Aab.

Dia pun akhirnya menilai bahwa sebenarnya upaya judicial review tersebut sebagai serangan balik untuk melemahkan Kejagung. Karena, menurut dia, kasus yang ditangani Kejagung saat ini memang merupakan mega korupsi.  

"Akhirnya patut diduga ini serangkan bali untuk melemahkan Kejagung, karena sekarang yang di tangani oleh Kejagung kan termasuk megakorupsi yang menyangkut berbagai BUMN-BUMN besar," jelas dia. 

"Jetika kewenangan ini nanti dicabut akan terjadi pengurangan dan pelemahan. Bagaimana kekuatan dari pada KPK itu menangani hal-hal besar sekaligus? Sementara tenaga yang dimilikinya juga sangat terbatas mengingat menjamurnya kasus-kasus yang ada di tanah air," kata Gus Aab. 

Sebagaimana diketahui, pada saat Kejagung sedang giat mengusut kasus korupsi besar BUMN, sejumlah advokat tiba-tiba mengajukan judical review (uji materi) sejumlah pasal dan frasa terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.

Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai ada agenda terselubung yang digencarkan sejumlah pihak dari kalangan advokat atau pengacara, dalam upaya mendegradasi, serta melemahkan peran Kejagung untuk menindak hukum para pelaku tindak pidana korupsi.

Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, menjadi hak semua warga negara dalam penggunaan jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) atas pasal-pasal dan frasa bermasalah di semua Undang-undang (UU).

Namun, terkait pengajuan uji materi yang mempertentangkan, apalagi mendesak penghapusan kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi, patut dicurigai sebagai ‘serangan’ balik para pembela koruptor.

"Komisi Kejaksaan (Komjak) melihat ada agenda yang harus diwaspadai di balik uji materi terhadap kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan melalui gugatan ke MK," kata Barita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement