Ahad 04 Jun 2023 04:44 WIB

Normalisasi Saudi-Israel dan Jalan Negosiasi Melalui Palestina

Normalisasi Saudi-Israel adalah untuk kepentingan keamanan nasional AS

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Warga membawa bendera Israel.
Foto: AP Photo/Ohad Zwigenberg
Warga membawa bendera Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Para pejabat AS dan Israel meredam laporan bahwa Arab Saudi dan Israel semakin dekat untuk menjalin hubungan resmi. Hal ini menggarisbawahi bagaimana Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) memiliki waktu untuk menormalkan hubungan.

Seorang pejabat senior AS mengatakan kepada anggota parlemen pada Rabu kemarin, ada banyak hiperventilasi di pers dan banyak pikiran yang bersemangat bahwa terobosan antara Arab Saudi dan Israel sudah dekat.

Baca Juga

"Terutama di pers Israel. Mereka sangat bersemangat dengan gagasan bahwa Arab Saudi mungkin mengambil langkah itu," kata asisten menteri luar negeri AS, Barbara Leaf dalam sidang Senat, seperti dilansir Middle East Eye, Sabtu (3/6/2023).

Harapan untuk kesepakatan tersebut meningkat pada awal Mei 2023 ketika penasihat utama Biden, Jake Sullivan, menyatakan normalisasi Saudi-Israel adalah untuk kepentingan keamanan nasional AS. Sebuah laporan oleh Axios bahwa Gedung Putih bertujuan untuk mencapai kesepakatan dalam waktu 6-7 bulan, sebelum pemilu AS berikutnya.

Pakar Teluk di Institut Studi Keamanan Nasional yang berbasis di Tel Aviv, Yoel Guzansky mengatakan, retorika ini pasti bergerak. Ini sekaligus adalah pertama kalinya pemerintahan Biden menempatkan normalisasi di luar sana secara terbuka sebagai prioritas. "Tetapi ketika Anda melewati retorika, tidak banyak yang berubah dari tahun lalu," tuturnya.

Januari lalu, diplomat top Saudi mengatakan bahwa kerajaan tidak akan menormalkan hubungan sampai negara Palestina merdeka dibentuk. Saudi pun belum secara terbuka mengindikasikan perubahan pada posisi itu.

Menurut Guzansky, tuntutan Saudi untuk kemerdekaan Palestina kemungkinan merupakan posisi negosiasi. "(Tetapi) daftar keinginan Riyadh untuk normalisasi pasti mencakup sesuatu di arena Palestina. Ini di bawah ambang batas negara, tetapi itu harus ditangani, dan tidak jelas apakah pemerintah (Israel) ini dapat melakukan itu," ujarnya.

Tuntutan Saudi itu membutuhkan lobi besar-besaran di Kongres atas nama pemerintahan Biden, pada saat anggota partai presiden sendiri ingin membatasi hubungan karena masalah hak asasi manusia. Banyak anggota parlemen juga menyatakan kegelisahan dengan ambisi nuklirnya.

Abdullah Baabood, sarjana nonresiden di Pusat Timur Tengah Malcolm H. Kerr Carnegie, menilai, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman sedang mengejar kebijakan luar negeri yang lebih independen dari Washington.

Dia menunggangi ledakan harga minyak yang telah menopang kas negara dan menempatkan kerajaan itu kembali sebagai pusat perhatian keamanan energi global. "MBS merasa dia berada dalam posisi yang sangat kuat dan tidak harus mengalah pada siapapun. MBS menginginkan sesuatu yang luar biasa untuk dinormalisasi," tuturnya.

Karena itu, Baabood berpendapat, ini langkah yang sangat berisiko bagi Arab Saudi karena mencoba bertindak sebagai pemimpin dunia Arab. "Itu akan merusak reputasi mereka. Saat ini Arab Saudi menikmati manfaat kerja sama keamanan dengan Israel, tanpa harus mempertahankan hubungan tersebut secara terbuka," kata Baabood.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement