REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini isu lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) kembali mencuat dan ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia. Bahkan, belum lama ini ada sekelompok remaja yang menggelar aksi sembari membentangkan bendera pelangi dan mendukung LGBT di kawasan Monas, Jakarta.
Karena itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis kembali menegaskan sikap MUI terkait LGBT. Menurut dia, MUI telah melarang LGBT dan mengampanyekan perilaku menyimpang itu di Indonesia.
"LGBT sikap MUI melarang melakukan dan mengampanyekan. Dan, itu penyakit, baik berupa bawaan maupun karena penularan," ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika, Kamis (25/5/2023).
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini menyatakan, saat ini perlu adanya larangan dan sanksi tegas terhadap para pelaku LGBT. "Setuju pelarangan dan sanksi LGBT harus lebih tegas," kata Kiai Cholil.
Menurut dia, orang-orang yang masuk dalam kelompok LGBT juga perlu dibuatkan aturan khusus di Indonesia sehingga bisa dipidanakan. Karena, menurut dia, dalam Islam hukum LGBT lebih berat daripada zina.
"Karena Islam bagian dari sumber hukum nasional hukum LGBT lebih berat dari zina, harus diserap ke dalam hukum nasional sehingga pelaku LGBT harus dipidana," kata Kiai Cholil.
Sementara, Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dinilai tak tegas larang LGBT. Aturan yang bisa dikaitkan dengan LGBT hanya tercantum dalam pasal yang berlaku umum.
KUHP yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 memang tak secara khusus mengatur ancaman pidana terhadap orientasi seksual sesama jenis. Menurut Kiai Cholil, dalam KUHP yang baru ini belum melarang pelakunya.
"Pelarangan pelakunya yang belum. Kalau melakukan di muka umum, mengajak dan mengampanyekan perbuatanya sudah masuk delik pidana di dalam KUHP yang baru akan berlaku pada 2026 yang akan datang," kata dia.