Rabu 24 May 2023 15:46 WIB

Pegiat Dakwah Jadi Kunci Penguatan Moderasi Agama dan Pencegahan Radikalisme

Moderasi beragama menguatkan masyarakat untuk mencintai Tanah Air.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Erdy Nasrul
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel sebelum acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/4/2023). Komjen Pol. Rycko dilantik sebagai Kepala BNPT menggantikan posisi Komjen Pol. Boy Rafli Amar.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel sebelum acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/4/2023). Komjen Pol. Rycko dilantik sebagai Kepala BNPT menggantikan posisi Komjen Pol. Boy Rafli Amar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel menggarisbawahi peran kunci para dai dan daiyah dalam menguatkan moderasi agama dan menanamkan asas Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.

Menurut dia, sebagai tokoh yang dianggap memiliki pemahaman agama yang tinggi dan suci, para dai/dayah atau ustad/ustazah banyak menjadi rujukan agama dan petokan bagi masyarakat dalam memahami dan menafsirkan ajaran keagamaan.

Baca Juga

"Meski telah terjadi pergeseran media atau sarana dakwah, masyarakat masih banyak menganggap bahwa dai/daiyah merupakan tokoh yang layak dijadikan sebagai rujukan, sehingga perlu adanya standardisasi dan penyamaan persepsi bagi para dai/daiyah dalam memerangi radikalisme dan menguatkan moderasi agama," kata Rycko dalam kegiatan Sarasehan Bersama Dai dan Daiyah Jawa Barat dalam rangka pencegahan radikal terorisme di Indonesia yang diselenggarakan di Pullman Hotel Kota Bandung, Rabu (24/5/2023).

Para dai/daiyah diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menerima perbedaan dan menjauhkan diri dari sikap intoleran. Sebagai negara yang dilandaskan oleh kebinekaan, masyarakat Indonesia sudah semestinya ramah akan keberagaman, sambungnya.

Pentingnya menangkal paham radikal, sambung Rycko, dilandaskan pada sifat para radikalis dan paham yang mereka sebarkan, yaitu anti-perbedaan, eksklusivitas, dan memaksakan kehendak melalui tindak kekerasan. Menurut dia, kebanyakan pelaku radikalisme menganggap bahwa tindakan mereka benar dan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang-orang yang berseberangan dengan mereka.

"Paham terorisme ini jelas bukan mengajarkan agama, tapi kekerasan, ada kepentingan di balik penggunaan teks suci biasanya untuk kepentingan kekuasaan dan politik," ujarnya.

"Maka, peran dai dan daiyah menjadi sangat penting dan krusial terhadap program deradikalisasi untuk memberikan pelurusan dan pengoreksian kepada masyarakat, baik yang mengakses ajaran agama melalui wadah konvensional maupun digital," imbuh Rycko.

Menteri Agama yang diwakili oleh Staf Khusus Menteri Agama Muhammad Nurzaman mengatakan, untuk meningkatkan kapasitas dan kualifikasi para dai dan daiyah, Kemenag telah menyiapkan kontek-konten dakwah mengenai pencegahan paham radikalisme, terorisme, dan ekstremisme. Kemenag, kata dia, juga telah bekerja sama dengan BNPT untuk membentuk Majelis Dai Kebangsaan yang melibatkan 60 ribu lebih dai/daiyah untuk memberikan edukasi tentang bahaya radikalisme.

"Kami juga memberikan edukasi kepada penyuluh dan dai agar mampu mendeteksi dini, jadi kalau ada potensi intoleran maka mereka akan langsung turun tangan dan melakukan resolusi konflik. Total sekitar 60 ribuan di seluruh Indonesia paling banyak di Jabar karena wilayah dengan populasi terbanyak," ungkapnya.

Merujuk pada peran kunci para dai dan daiyah, Kemenag terus memasifkan penanaman ajaran Islam Wasathiyah, juga mendorong standardisasi dai/daiyah. Menurut dia, para dai dan daiyah bukan hanya dituntut untuk memiliki pemahaman keagamaan yang tinggi, tapi juga memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni.

"Karena harkat kenegaraan adalah nilai final yang tidak boleh diotak-atik," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement