Sabtu 06 May 2023 12:05 WIB

Tampil Depan Pengikut Loyalnya, Syekh Panji Gumilang Buat Pengakuan Soal Awal Al Zaytun

Syekh Panji Gumilang beberkan sejarah pendirian Al Zaytun

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Pemimpin Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al Zaytun Indramayu, Panji Gumilang. Syekh Panji Gumilang beberkan sejarah pendirian Al Zaytun
Foto:

 

Perjalanan untuk mencari lokasi itu dilakukannya sejak tahun 1992, hingga pada 1993, Panji dan teman-temannya baru menemukan lokasi yang cocok untuk didirikannya pondok pesantren. Di tahun yang sama juga, pembangunan mulai dilakukan, tentu dengan sangat amat sederhana.

“Semuanya modal dengkul. Pacul, dulu kita belum tahu kalau di sini ada pancul buatan pandai, kita belinya pacul cap ayam, pacul cap buaya, itu untuk macul tanah di sini tidak mempan, melengkung begitu. Kita ganti dengan gancu,” ujar dia.

Panji merasa tak puas, karena untuk membuat fondasi gedung Abu Bakar saja sampai menghabiskan waktu tujuh bulan lamanya. Tentu saja dengan cuaca yang sangat panas dan tanpa tanaman, karena semua diratakan dan semuanya menggunakan tangan. “Harus meratakan, semuanya pakai tangan. Akhirnya syeh bergerak lagi. Ini tidak bisa terus-terusan begini, ini  nanti kapan selesainya,” ungkap dia.

Panji kemudian berjalan keliling kota, melobi sana, melobi sini, hingga akhirnya dia dipertemukan dengan Robert Tantular. Panji berdiskusi cukup dalam dengan Robert untuk rencana pembangunan pesantrennya.

“Kalau Pak Abu (Panji) mau membangun proyek yang besar seperti yang digambarkan  ini, dan pendapatannya rutin walaupun kecil. Itu  tidak akan selesai. Dalam arti, tidak akan bisa menyelesaikan dan Pak Abu punya uang, nah ini tidak mengerti juga. Syekh waktu itu belum mengerti, akhirnya diskusi-diskusi, oh harus back to back,” ujar Panji.

Bahkan dia juga mendatangkan excavator dari Amerika Serikat untuk membangun pesantren dengan dana dari hasil back to back di Bank tersebut. Cara itu dilakukannya sampai saat ini.

Setelah pembangunan mulai berjalan, ungkapnya, dia mulai mendatangi Departemen Agama (kini Kementerian Agama) setempat untuk mendapatkan izin mendirikan Ma'had. Saat proses tersebut tercetus nama Al zaytun yang tentunya menurut Panji melalui proses dialog yang cukup panjang.

“Kita minta izin bangunan harus ada proposal. Makanya saya menyusun proposal akhir, beberapa kali yang membawa ketika itu ustadz imam prawoto, yang menjadi presenternya untuk menerangkan semua ini, dengan ustadz Ahmad Prawiro Utomo, syeh uraikan  di situ berapa yang diterima sampai 12 tahun itu berapa, terus cara menanggulangi seperti apa, biayanya seperti apa, kemudian usahanya apa,” tutur Panji.

Kala itu, lanjutnya, ustad Halim adalah orang yang menjelaskan di hadapan Bupati, DPR, dan dinas-dinas terkait.  Termasuk menjelaskan, bahwa pesantren akan mampu menarik santri hingga 600 orang dalam 1 tahun.

“Apa yang dihendaki waktu itu rata-rata 1 tahun 600 orang ini terpenuhi. Sekarang kita sudah menamatkan 15 ribu lebih,” ujar Panji.

“Kemudian berapa uang yang diambil dari peserta didik, kita hitung waktu itu  3000  dolar walaupun 1 dolar kita menyusun proposal 2500, maka ujung daripada ekspose itu, kami selalu berdoa berharap dan berusaha agar tanah-tanah yang kita usahakan ini, minimal menghasilkan 1 dolar per tahun per meter. Lah ini pas , hari ini kita hitung dolar 15000, itu pendapatannya rata-rata 1 tahun di atas ¼, satu dolar ¼ , kali kan saja 1 hektare berapa, tepat,” ungkap Panji.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI

“Maka dalam hati ‘ya Allah Engkau Mahapemberi. Allahu Somad, Engkau tempat kami bergantung, ada sedikit toma’. Mengapa waktu itu tidak banyak 10 dolar. Dulu mendapatkan uang 2500 ketika itu bukan main susahnya, 1 dolar itu susah, eh ternyata 1998 gonjang ganjing cepat sekali dan kita sudah bisa menabung ketika itu. Orang menyarankan tukar pada dolar. Bukan, saya orang Indonesia, dari dulu menggunakan rupiah walaupun kursnya dolar,” kata Panji

Panji menuturkan, bahwa ekspos tersebut harus dilakukan, meskipun pada awalnya ketika dia mengajukan izin tidak diharuskan karena bangunan yang akan didirikan adalah pesantren. Tapi kemudian Pemda mewajibkan untuk izin dan ekspose.

“Awalnya tanpa ekspose pun bisa membangun al zaytun, karena pesantren. Begitu kita sudah mulai, Pemda mengatakan, oh ini harus pakai izin, karena ada bangunan lumayan (besar), dari dulu kami sudah minta izin, katanya pesantren tidak usah pakai izin. Sekarang sudah berjalan harus pakai izin, kita masukkan semua permohonan supaya diizinkan semua, sampai masjid rahmatan lil’alamin, yang lantainya kalau di satukan itu 7 hektar, karena 7 lantai sudah ber IMB, karena semuanya didaftarkan. Ya tentunya  membayar IMB, tidak ada yang tidak membayar. Orang halal saja harus bayarkan. Apalagi ini mendirikan bangunan,” jelas Panji.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement