REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong menggelar Haul Almarhum Al Arif Billah KH Moh Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin ke-70. Dalam haul kali ini, para santri dan alumni telah mengkhatamkan Alquran sebanyak 190 kali, membaca surat al-Ikhlas 153.869 kali, dan membaca sholawat sebanyak 1.896.017 kali.
Acara haul yang dihadiri para kiai dan habaib ini berlangsung di Masjid Jami’ Al-Barokah Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Selasa (2/5/2023). Pembacaan manakib almarhum Kiai Hasan Genggong dibacakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, KH Nun Hassan Ahsan Malik.
“Kalau semua manaqibnya dibaca di acara haul ini tidak akan cukup waktunya karena saking banyaknya cerita, banyaknya karomah dari hadratal marhum Kiai Hasan Sepoh (Kiai Hasan sepuh),” ujar pengasuh yang biasa dipanggil Gus Alex ini dalam acara haul yang ditayangkan secara daring ini.
Masyarakat Probolinggo yang menututi Kiai Hasan Genggong mungkin sudah banyak yang meninggal. Namun, dia bersyukur masih bisa menghimpun sejarah dan perjalanan hidup Kiai Hasan Genggong, yang dikenal juga dengan sebutan Kiai Hasan Sepuh.
“Alhamdulillah dengan beberapa upaya, kita semua mengumpulkan kembali sejarah-sejarah dan merawat profil-profil, dirawat, dijaga, ada cerita baru kita masukkan. Apa tujuannya! Biar kita semua kenal siapa Kiai Hasan sepuh,” ucap Gus Alex.
Dengan menceritakan kisah orang saleh, menurut dia, maka Allah SWT akan menurunkan rahmat-Nya. Karena itu lah Pesantren Zainul Hasan Genggong menggelar acara haul Kiai Hasan Sepuh yang ke-70 ini.
“Dengan menyebut ceritanya orang saleh, Allah ta’ala menurunkan rahmat kepada kita semua, amin. Ini alasannya, bukan untuk mengangung-agungkan,”kata Gus Alex.
“Mudah-mudahan dengan haul ini bisa memperoleh tempiasnya barokahnya, semoga bisa kumpul lagi di suarganya Allah,” imbuhnya.
Ada beberapa poin yang disampaikan Gus Alex tentang biografi almarhum Kiai Hasan Sepuh. Hal ini bertujuan agar para santri, alumni, dan masyarakat pada umumnya lebih mengenal lagi tentang sosok Kiai Hasan Sepuh.
“Siapa tahu setelah mendengarkan kisah beliau terketuk hati kita untuk menambah kecintaan kita kepada orang-orang saleh, kecintaan kepada auliya Allah, orang-orang yang menjadi kekasih Allah yang setiap malam selalu bermunajat kepada Allah SWT,” jelas Gus Alex.
“Jika senang kepada wali-wali Allah, insyallah diberikan kesalamatan oeh Allah SWT,” lanjutnya.
Berdasarkan penuturan Gus Alex, Kiai Hasan Sepuh lahir di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan Probolinggo pada 27 Rajab 1259 Hijriah atau bertepatan dengan 23 Agustus 1843 M. Ia terlahir dari pasangan Kiai Syamsuddin bin Qoiduddin asal Madura dan Nyai Khadijah yang ahli ibadah.
“Jadi, waktu Kiai Hasan Sepoh ada di dalam perut sang ibu, beliau bermimpi bahwa beliau memakan bulan dengan habis. Kemudian ditafsiri, kalau seandainya Nyai Khadijah melahirkan anak, insyallah derajatnya akan diangkat oleh Allah SWT,” ucap Gus Alex.
Masa kecil Kiai Hasan Genggong bernama Ahsan bin Syamsuddin bin Qoiduddin. Pada masa kecilnya, ia senang menyendiri, tidak banyak berkomentar ataupun berkomunikasi. Lalu, Kiai Hasan Sepuh menimba ilmu ke pesantren di Bangil yang diasuh oleh Kiai Moh Tamim. Kemudian, pada 1860-an, ia pindah ke Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan di Pulau Madura.
“Dan beliau termasuk santri yang dari generasi pertama setelah Kiai Kholil Bangkalan baru pulang dari Makkah,” kata Gus Alex.
Setelah tiga atau empat tahun nyantri kepada Kiai Kholil di Bangkalan, Kiai Hasan Genggong lalu ada isyarah dan ingin berangkat ke Makkah. Setelah memohon restu sang ibu, dia pun berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmunya.
Dia antara guru-guru Kiai Hasan Genggong adalah KH Syamsuddin, KH Rofi’i Sentong Kraksaan, KH Mohammad Tamin Sukonsari Pasuruan, KH Moh Kholil Bangkalan, KH Jazuli Madura, KH Nachrowi Surabaya, Syekh Chotib Bangkalan Madura, Syekh Maksum Sentong Kraksaan, KH Moh Nawawi Bin Umar Banten Makkah, Kiai Marzuki Mataram Makkah, Kiai Mukri Sundah Makkah, Sayyid Bakri bin Sayyid Moh Syatho Al Misri, dan Habib Husaian bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Makkah.
“Beliau memiliki guru-guru. Jadi, Kiai Hasan sepoh di sini senang nyari ilmu,” jelas Gus Alex.
Sepulang dari Makkah, kemudian Kiai Hasan Genggong menikah dengan Nyai Ruwaidah, putri dari KH Zainal Abidin, yang mendirikan Pesantren Zainul Hasan pada 1839. Pasangan ini dikarunia seorang putra yang bernama KH Ahmad Nahrawi.
Selama di Indonesia, Kiai Hasan Genggong kemudian berdakwah ke seluruh penjuru daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, dia pun bertemu dengan banyak kiai dan habaib. Saat berkiprah di NU sekitar 1930-an, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari pernah memerintah beliau untuk menjadi Rais Syuriah Pertama PCNU Probolinggo sampai wafat.
“Beliau juga memiliki sahabat-sahabat karib, seperti Habib Salim bin Jindan, mbahnya Habib Jindan,” kata Gus Alex.
Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan sendiri merupakan keturunan Rasulullah asal Tangerang, Banten. Ia juga hadir di dalam acara haul Kiai Hasan Sepuh ini.