Sabtu 15 Apr 2023 15:10 WIB

Wali Kota Pekalongan Minta Maaf Tolak Sholat Id, Kini Siap Fasilitasi

PDM Kota Pekalongan akan menggelar Sholat Idul Fitri pada Jumat, 21 April 2023.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Sholat Idul Fitri. Wali Kota Pekalongan Minta Maaf Tolak Sholat Id, Muhammadiyah: Indikasi Rezimisasi Agama
Foto: muhammad subarkah
Ilustrasi Sholat Idul Fitri. Wali Kota Pekalongan Minta Maaf Tolak Sholat Id, Muhammadiyah: Indikasi Rezimisasi Agama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid meminta maaf atas langkahnya yang menolak permohonan izin penggunaan Lapangan Mataram untuk sholat Idul Fitri yang dilayangkan oleh Takmir Masjid Al-Hikmah Podosugih yang notabenenya adalah amal usaha Muhammadiyah Kota Pekalongan. Kini, Afzan justru siap memfasilitasi masyarakat yang akan melaksanakan sholat idul Fitri pada 21 April.

Dalam surat yang beredar luas di media massa dan media sosial, Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid menyampaikan permintaan maaf karena permohonan izin penggunaan Lapangan Mataram untuk pelaksanaan Sholat Idul Fitri pada Jumat, 21 April 2023.

Baca Juga

Wali Kota Pekalongan dalam suratnya menyampaikan penolakan tersebut ia dasarkan kepada perkiraan 1 Syawal 1444 H oleh Kementerian Agama yang akan jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Meskipun, Sidang Isbat penentuan awal bulan Syawal baru akan digelar pada Kamis, 20 April 2023 di Kantor Kementerian Agama.

Menanggapi respons tersebut dan berbagai ungkapan masyarakat di media sosial, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Pekalongan Pasrum Affandi menemui Wali Kota Pekalongan untuk melakukan klarifikasi. Pastum Affandi, pasca pertemuan tersebut, menyampaikan bahwa dirinya telah menjelaskan perihal penetapan 1 Syawal 1444 H oleh Muhammadiyah kepada Wali Kota Pekalongan.

“Pak Wali sudah menyampaikan secara panjang lebar soal permasalahan yang terjadi berdasaran rapat Pemerintah Kota Pekalongan dan berbagai pertimbangan lainnya. Sehingga salah satu keputusannya, demi kemaslahatan bersama pemerintah (berkenan) memfasilitasi pelaksanaan Salat Idul Fitri yang akan diselenggarakan pada 21 April 2023,” ungkap Affandi seperti rilis yang diterima Republika.co.id darinya yang juga diunggah dari laman resmi PWM Muhammadiyah Jawa Tengah, Sabtu (15/4/2023).

Ia juga menyampaikan Muhammadiyah Kota Pekalongan tidak ada masalah dengan Pemerintah Kota Pekalongan. Bahkan di setiap agenda Muhammadiyah, Wali Kota Pekalongan selalu menghadiri kegiatan-kegiatan tersebut. Affandi juga berharap tidak ada pihak-pihak lain yang berusaha membenturkan Muhammadiyah dengan Pemerintah Kota Pekalongan yang hubungannya sudah berjalan dengan baik selama ini.

Rencananya PDM Kota Pekalongan akan menggelar Sholat Idul Fitri pada Jumat, 21 April 2023 di 14 titik fasilitas umum yang tersebar di seluruh Kota Pekalongan. Adapun pelaksanaan Sholat Idul Fitri yang awalnya akan digelar di Lapangan Mataram akan dialihkan ke Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekalongan.

Sementara itu, dihubungi Republika.co.id pada Sabtu (15/4/2023) anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah KH. Saad Ibrahim mengatakan pemerintah kota Pekalongan telah memberikan dukungan di tempat-tempat lainnya bagi masyarakat yang akan melaksanakan Sholat Idul Fitri pada 21 April. Namun, munculnya persoalan tersebut, menurutnya menjadi indikasi adanya rezimisasi agama.

"Terlepas dari semua itu, mungkin ini yang diindikasikan oleh Muhammadiyah melalui muktamar kemarin itu ada persoalan mengenai rezimisasi agama. Jadi ada rezimisasi agama di situ. Rezimisasi agama itu misalnya terkait dengan ini (menolak memberi izin pelaksanaan Idul Fitri di Lapangan Mataram oleh Wali Kota Pekalongan), lalu pemerintah menentukan ada isbat. Ini kalau dibiarkan tidak menjadi bagian domain dari pemerintahan, saya kira masyarakat sudah lama kok, sudah paham betul ada perbedaan-perbedaan itu. Kok hanya begini ya. Yang tiap hari berbeda itu juga nggak apa-apa, apalagi setahun sekali atau setahun dua kali untuk Idul Fitri dan Idul Adha," kata Saad.

Saad mengatakan hal ini menjadi problem bagi banyak warga Muhammadiyah yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebab, pada satu sisi, ASN yang juga warga Muhammadiyah itu menjalankan keyakinannya mengikuti paham di Muhammadiyah, pada sisi lain sebagai ASN harus mengikuti aturan yang dibuat pemerintah.  

"Sebenarnya kalau seseorang  melaksanakan ajaran agamanya tapi tidak sesuai dengan keyakinannya sebenarnya secara tidak langsung berlawanan dengan UUD yang memberikan jaminan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement