REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Keluarga dan penyintas serangan teror 2019 di dua masjid Christchurch di Selandia Baru mengenang penembakan itu. Mereka memberikan penghormatan pada orang yang mereka cintai pada peringatan empat tahun penyerangan tersebut.
Dilansir dari TRT World pada Kamis (16/3/2023), Pada 15 Maret 2019, seorang supremasi kulit putih Australia berusia 28 tahun, Brenton Tarrant, membunuh 51 orang dan melukai 40 lainnya di Masjid Al Noor dan Pusat Islam Linwood di Christchurch, Selandia Baru.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2020 tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Itu terjadi dalam putusan pertama yang pernah dijatuhkan di negara kepulauan itu.
Pemimpin Masjid Linwood, Imam Abdul Lateef mengatakan Masjid Linwood adalah salah satu dari dua masjid yang diserang dalam serangan teror mengerikan pada 15 Maret 2019. Empat tahun kemudian, masyarakat masih dalam proses pemulihan dan terus melakukannya.
Lateef kehilangan teman dan anggota jamaahnya dalam serangan itu. Akan tetapi dia telah menjadi pilar kekuatan bagi masyarakat setelahnya. Dia telah bekerja tanpa lelah untuk mempromosikan penyembuhan dan rekonsiliasi, dan usahanya tidak luput dari perhatian.
Sementara penyintas serangan 2019, Temel Atacocugu mengalami kecacatan 52 persen dan masih merasakan efek trauma setelah ditembak sembilan kali selama penyerangan. Terlepas dari kesulitan yang dia hadapi, Atacocugu mengatakan dia tetap berterima kasih atas dukungan yang dia terima dari orang-orang di seluruh dunia.
Berbicara kepada wartawan, dia mengungkapkan penghargaannya atas cinta dan perhatian yang ditunjukkan kepadanya serta rekan-rekannya yang selamat. Pesan harapan dan perdamaian Atacocugu yakni salah satu yang beresonansi dengan banyak orang.
Dia bersumpah menanggapi kebencian dengan perdamaian. Komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap pesan ini merupakan inspirasi bagi orang lain yang terkena dampak tragedi serupa.