Rabu 15 Mar 2023 21:18 WIB

Studi: Ribuan Muslim Prancis Memilih Bekerja di Luar Negeri Akibat Islamofobia  

Muslim di Prancis mengalami diskriminasi di tempat kerja

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
Muslim berada di luar sebuah masjid di Prancis. Muslim di Prancis mengalami diskriminasi di tempat kerja
Foto:

Louati berpendapat Prancis kehilangan bakat yang sangat terampil, karena meluasnya Islamofobia institusional. "Satu-satunya pecundang di sini adalah Prancis," ucap dia.

Mereka yang meninggalkan Prancis pada dasarnya dilatih dan dididik di Prancis melalui pendanaan publik. Ini berarti tidak ada pengembalian investasi, serta ekonomi saingan mengambil untung dari mereka yang berlatar belakang kaya, baik dalam hal pendidikan, maupun budaya.

“Jadi, kita harus bertanya, seberapa pintar pembuat kebijakan kita membiarkan orang-orang ini meninggalkan negaranya dan bekerja untuk ekonomi, di dunia global di mana Prancis menjadi bebek yang lumpuh,” kata Louati.

Ketika melakukan diskriminasi, biasanya orang tersebut akan didorong ke pengasingan. Namun, dia merasa keluar dari lokasi tersebut bukanlah jawabannya, melainkan menghadapi kebijakan ini.

Menurutnya, Muslim yang tinggal di Prancis didiskriminasi dalam hal pendidikan, mendapatkan pekerjaan, membeli rumah, bahkan terkadang akses ke perawatan kesehatan.

Louati menyebut pembuat kebijakan nasional lebih suka melewatkan peluang yang memungkinkan orang menjadi setara. Kondisi ini terlalu buruk untuk Perancis.

"Dan sejujurnya, saya salut dengan negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang memberikan kesempatan yang adil kepada pemuda dan pemudi ini,” ucap dia.

Sejak 2015 pemerintah Prancis telah mengadopsi berbagai undang-undang, yang menurut umat Islam membatasi kebebasan beragama. Termasuk salah satunya undang-undang yang disahkan pada 2016, yang melarang pemakaian jilbab di tempat kerja.

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah 

Sementara Pada 2017, Presiden Prancis Emanuel Macron dan pemerintah sentrisnya mengesahkan undang-undang yang menempatkan para imam di bawah pengawasan ketat pemerintah. Pemerintah juga telah menutup masjid, kelompok yang dipimpin Muslim, badan amal, maupun nirlaba tanpa proses hukum.

Tidak hanya itu, Louati juga menyebut kebijakan semacam itu telah menciptakan budaya permusuhan. Pada gilirannya nanti, kebijakan ini akan bertanggung jawab atas kebangkitan Islamofobia di negara ini.

Penggambaran negatif Muslim di media Prancis diintensifkan selama kampanye presiden 2022, oleh kandidat sayap kanan Marine Le Pen dan Eric Zemmour. Mereka mendedikasikan sebagian besar isi kampanye perihal ancaman Islam.  

 

 

Sumber: yenisafak  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement