REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Associate PSP Officer (Islamic Philanthropy) UNHCR, Muhammad Thoriq Helmi menyambut positif dalam menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga filantropi Islam di Indonesia. Ini ditandai dengan inisiasi lahirnya satu unit khusus yaitu The Private Sector Partnerships Service (PSP) selama tiga tahun terakhir.
Dengan PSP itu, Thoriq mengatakan, UNHCR dibolehkan bekerja sama dengan lembaga-lembaga filantropi. Dia menjelaskan, UNHCR memiliki standar yang dilakukan dan ini menjadi prosedur internal dalam menjalin kemitraan dengan lembaga filantropi Indonesia.
"Jadi kita terbuka, asal tidak ada lembaga yang berafiliasi dengan partai politik, dengan organisasi radikal di sini maupun di luar, ataupun lembaga yang tidak sejalan dengan isu-isu kita," ujar dia usai menghadiri peluncuran laporan tahunan filantropi Islam UNHCR 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Thoriq menuturkan, saat ini ada 12 lembaga filantropi Indonesia yang telah menjalin kemitraan dengan UNHCR. Lembaga-lembaga tersebut sebagian besar adalah organisasi Islam, baik yang berbasis zakat maupun non-zakat.
"UNHCR bermitra kepada mereka dan kami tidak melakukan aktivitas mengumpulkan zakat. Kami tidak mengumpulkan zakat, selain memang karena kami tidak punya visi ke sana, dan juga tidak punya izin menghimpun dana zakat," kata dia.
Program filantropi Islam UNHCR diluncurkan secara global pada 2019 sebagai penyalur zakat dan sedekah tepercaya, patuh dan efektif mengubah kehidupan para pengungsi dan pengungsi yang paling rentan. UNHCR bermitra dan berkolaborasi dengan lembaga zakat, yayasan, sektor swasta, dan entitas publik lainnya.
Program tersebut patuh pada tata kelola yang ketat dan memastikan tranparansi yang maksimal di setiap langkah. Mulai dari donasi hingga pemberian bantuan. Sejak awal, program ini telah membantu lebih dari 4,5 juta penerima manfaat yang rentan di seluruh dunia.
Dalam catatan UNHCR, di Indonesia terdapat lebih dari 13 ribu pengungsi dari sekitar 50 negara asalnya. Para pengungsi tinggal di beberapa kota di Indonesia, di antaranya di Medan, Aceh, Pekanbaru, Batam, Surabaya, Kupang, Makassar, Jakarta, Semarang, dan beberapa kota lain. Mereka hidup di antara masyarakat Indonesia dan selama bertahun-tahun telah berkontribusi di daerah tempat mereka tinggal.