Jumat 10 Feb 2023 07:33 WIB

Lima Ibrah Di Balik Islamofobia

Islamofobia akan terus terjadi sepanjang masa

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Erdy Nasrul
Seseorang memegang salinan Alquran saat ikut serta dalam unjuk rasa untuk memprotes kebencian terhadap Muslim, di Den Haag, Belanda, Ahad (5/2/2023). Unjuk rasa itu diselenggarakan setelah seorang politisi Belanda, pemimpin kelompok Islamofobia Pegida, merobek halaman dari salinan Alquran di Den Haag pada akhir Januari 2023.
Foto:

Di antara ‘ibar (pelajaran) itu adalah, pertama, agar umat ini membangun kesadaran penuh bahwa Islamofobia nyata. Bahkan menjadi sunnatullah dalam perjalanan Dakwah itu sendiri. 

Sekaligus menyadari bahwa Islamofobia itu bersifat terus menerus  hingga akhir zaman. Realita ini digambarkan oleh Alquran di Surah As-shof ayat 8: “mereka berkeinginan memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka”. Di ayat ini Allah memakai kata “yuriiduun” (continues tense) menunjukkan bahwa hal itu akan terus berlanjut.

Kedua, dengan peristiwa-peristiwa tadi, dan banyak lagi peristiwa sebelumnya, kita disadarkan bahwa dunia memang tidak fair (unfair) dalam memperlakukan agama ini. Contoh terdekat adalah ketika terjadi pembacokan polisi di Time Square di malam tahun baru itu. Pada saat yang sama terjadi penembakan massal di negara bagian (State) Florida dan Georgia yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia. 

Tapi hanya pelaku Time Square yang dikaitkan dengan agama yang diakuinya (Islam). Pelaku lainnya dianggap sekedar melakukan kejahatan biasa. Bahkan dianggap mengalami gangguan jiwa.

Ketiga, melalui Islamophobia umat ini diingatkan oleh Allah tentang tanggung jawabnya. Apakah Umat ini telah melakukan tanggung jawabnya sebagai penerus tanggung jawab risalah atau Dakwah? 

Terlebih lagi mereka yang memang ditakdirkan hidup di tengah-tengah non Muslim, termasuk di Amerika dan Eropa. Dengan realita Islamophobia ini Allah seolah mengatakan: “tanggung jawab kalian besar dan jauh ke depan”. 

Keempat, dengan Islamophobia khususnya dengan pembakaran atau pelecehan Al quran ini mengajarkan bahwa kita berada dalam situasi peperangan (state of war). Bukan peperangan fisik. 

Justru peperangan yang lebih berbahaya. Yaitu peperangan ide. Ide itulah yang membentuk persepsi. Dan persepsi dengan dukungan semua perangkat modern (Al quran memakai kata afwaah atau mulut-mulut) itulah yang menjadi kebenaran bagi manusia yang tidak memiliki prinsip kebenaran (agama) dalam hidupnya.

Kelima, dengan peristiwa pembakaran atau penyobekan Al quran ini, kembali menguatkan keimanan umat melalui realita di hadapan mata bahwa Al quran itu adalah mukjizat. Salah satu kemukjizatan Alquran adalah penjagaan Suci (Divine Protection) atau Al hifzu al Ilahi seperti yang ditegaskan dalam Al quran itu sendiri dalam Al Hijr ayat 9.

Tentu banyak lagi hikmah atau pelajaran (‘ibrah) yang dapat kita petik dari berbagai tendensi phobia atau ketakutan yang tak berdasar kepada agama ini. Kalaulah sekiranya ragam peristiwa itu tak punya tujuan tentu Allah tidak akan membiarkannya. 

 

Karenanya umat Islam dalam menghadapi Islamophobia justeru semakin tersadarkan. Sadar akan Qudrah atau kemaha kuasaan Allah. Sekaligus sadar akan tanggung jawab keislaman untuk menghadapinya dengan sikap yang bijak dan berkarakter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement