REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mendesak pemerintah Afghanistan mencabut larangan ujian masuk universitas bagi perempuan. Dekrit terbaru ini dinilai semakin memperketat pembatasan akses anak perempuan dan perempuan ke pendidikan dan pekerjaan umum.
Larangan itu dikeluarkan tak lama setelah komite eksekutif OKI mengadakan pertemuan luar biasa pada 11 Januari. Agenda tersebut membahas tentang erkembangan terkini dan situasi kemanusiaan di Afghanistan.
Komunike terakhir dari pertemuan tersebut meminta pihak berwenang Afghanistan untuk berusaha membuka kembali sekolah dan universitas bagi anak perempuan. Mereka juga diharap dapat mendaftar di semua tingkat pendidikan dan spesialisasi yang dibutuhkan oleh rakyat Afghanistan.
Dilansir di Arab News, Selasa (31/1/2023), OKI mendesak pemerintah Afghanistan mempertimbangkan kembali keputusan ini dan keputusan lain sebelumnya, yang katanya akan memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang luas.
Bulan lalu, OKI juga menyuarakan keprihatinannya atas ancaman terhadap hak-hak perempuan di Afghanistan. Hal ini menyusul keputusan kepemimpinan Taliban melarang perempuan bekerja di organisasi nonpemerintah nasional dan internasional.
Dalam perintah yang dikeluarkan pada 24 Desember 2022, Kementerian Ekonomi di Kabul memerintahkan semua LSM nasional dan internasional menangguhkan pekerjaan pegawai perempuan hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Keputusan itu diambil menyusul kebijakan diskriminatif lain beberapa hari sebelumnya, yang melarang perempuan dan gadis Afghanistan belajar di universitas.
Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, mengatakan langkah ini mencerminkan kebijakan yang disengaja oleh kepemimpinan de facto, untuk lebih membatasi hak-hak perempuan Afghanistan.
"Keputusan yang membingungkan ini tidak hanya akan menghilangkan sumber penghasilan perempuan Afghanistan untuk diri mereka sendiri dan keluarga, tetapi juga secara serius mempengaruhi operasi kemanusiaan dan bantuan di Afghanistan," ucap dia.
Taha juga mengecam larangan perempuan belajar di universitas. Langkah ini dinilai akan sangat merusak kredibilitas pemerintah, karena sama menyangkal hak dasar perempuan dan perempuan Afghanistan untuk pendidikan, pekerjaan dan keadilan sosial.
Sumber:
https://www.arabnews.com/node/2241846/saudi-arabia