Kamis 26 Jan 2023 19:31 WIB

Mengapa Syekh Ramadhan Al-Buthi dan Yusuf Al-Qaradhawi Berbeda Soal Suriah dan Assad?

Syekh Ramadhan al-Buthi dan Yusuf al-Qaradhawi berbeda fatwa sikapi konflik Suriah

Perang Suriah. Syekh Ramadhan al-Buthi dan Yusuf al-Qaradhawi berbeda fatwa sikapi konflik Suriah
Foto:

Oleh : Prof Syihabuddin, guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Santri Sukahideng 1969

Mengenai masalah pemberontakan terhadap penguasa dalam hukum Islam, al-Buthi berpendapat bahwa pemimpin tidak boleh ditaati dalam hal kemaksiatan, tetapi tidak boleh khuruj (melakukan pemberontakan) kepadanya, melainkan cukup dengan ekspresi ketidaktaatan saja, meskipun pemimpin telah menunjukkan bukti-bukti akan kefasikannya.  

Syekh al-Buthi mengutip beberapa pendapat fuqaha, seperti al-Nawawi, Ibn Najim, dan al-Bajuri, yang mencegah pemberontakan terhadap penguasa dan keharusan patuh terhadapnya meskipun dia tidak adil, dia juga mengutip beberapa hadits untuk mendukung pendapatnya. 

Al-Buthi menggunakan dalil dan metodologi dalam bentuk yang konsisten baik sebelum maupun sesudah revolusi Suriah. Dia menggunakan Sadd al-Dzarai’ (menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan tertentu yang pada dasarnya diperbolehkan untuk mencegah terjadinya perbuatan lain yang dilarang) sebagai metode ushul dalam bentuk yang jelas dalam konteks pemahamannya tentang gagasan al-khuruj ala al-hakim dan kaitannya dengan konsep fitnah. 

Adapun Al-Qaradhawi, sebagaimana disebutkan dalam bukunya fiqh al-jihâd, dia menyerukan umat Islam untuk mengubah kejahatan sesuai dengan kemampuan manusia dalam menghadapi penguasa yang tidak adil, membimbing mereka dengan nasihat dan edukasi. 

Namun dalam perjalanan revolusi Arab, kehadirannya melalui fatwanya menunjukkan ide yang berbeda dari apa yang tertulis dalam buku tersebut, dia mengungkapkan bahwa dirinya seorang prajurit dalam semua revolusi Musim Semi Arab, dan menyerukan melaksanakan revolusi dengan mengerahkan segala usaha dan pengorbanan. 

Berdasarkan permaslahan trsebut peneliti mengajukan dua pertanyaan, yaitu: Apakah pemikiran al-Buthi tentang isu pemberontakan terhadap penguasa yang zalim sesuai dengan zaman sekarang?

Apakah dalam kasus ini pemikiran al-Qaradhawi tidak konsisten? Fenomena kontradiktif inilah yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih lanjut tentang persoalan pemberontakan terhadap penguasa dalam pemikiran Muhammad Said Ramadan Al-Buthi dan Yusuf Al-Qaradhawi. 

Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya 

Untuk menganalisis pemasalahan tersebut peneliti memerlukan informasi tentang konteks sosial. Maka, peneliti menggunakan teori kognisi sosial Teun A Van Dijk dalam Critical Discourse Studies, yaitu sebuah gerakan ilmiah yang tertarik pada pembentukan teori dan analisis kritis terhadap wacana yang mereproduksi penyalahgunaan kekuasaan dan asimetri sosial dari konsep kekuasaan. Sejumlah konsep studi wacana kritis perlu dirumuskan sesuai dengan konsep dasar ilmu-ilmu sosial.

Dengan pendekatan kognisi sosial, Van Dijk tidak hanya menganalisis teks, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial dan dominasi kelompok-kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi dan kesadaran membentuk dan mempengaruhi teks-teks tertentu. 

Wacana, menurut Van Dijk, memiliki tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Tujuannya adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut menjadi satu kesatuan analisis. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement