REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, berencana menaikkan biaya haji untuk penyelenggaraan 2023. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, Marwan Dasopang mempertanyakan usulan pemerintah yang dinilainya mendadak.
Marwan menekankan, jika ada perubahan mendadak atas nama istitoah akan sangat merugikan jamaah yang seharusnya berangkat tahun ini. Sebab, mereka harus bisa menyiapkan dana tambahan dengan kisaran sampai Rp 30 jutaan sesegera mungkin.
Ia menekankan, bagi mayoritas calon jamaah yang harus menabung bertahun-tahun jelas angka itu cukup besar. Namun, Marwan merasa, usulan proporsi 70:30 dengan 70 persen ditanggung jamaah dan 30 persen dari nilai manfaat BPIH cukup ideal.
Menurut Marwan, proporsi itu sesuai prinsip istitoah atau prinsip jika ibadah haji hanya bagi mereka yang mampu. Tetapi, ia menegaskan, penerapan skema ini perlu waktu dan sosialisasi panjang, sehingga tidak merugikan calon jamaah.
Jika dibanding tahun lalu, beban jamaah tahun ini akan sangat berat. Tahun lalu, dari rata-rata BPIH sebesar RP 98,3 juta, komponen Bipih yang harus ditanggung jamaah hanya Rp 39,8 juta, sisanya diambil dari nilai manfaat BPIH Rp 58,4 juta.
"Tiba-tiba ada usulan tahun ini jamaah harus menanggung 70 persen BPIH, sedangkan dari subsidi hanya 30 persen," kata Marwan, Senin (23/1/2023).
Ia turut mempertanyakan kenaikan BPIH yang dilakukan Kemenag tahun ini. Sebab, itu dilakukan ketika Pemerintah Arab Saudi tahun ini justru mengambil kebijakan untuk menurunkan paket biaya haji, baik bagi jamaah domestik maupun luar negeri.
"Tapi, justru berdasarkan penjelasan Menag angka BPIH justru naik. Kenaikan ini ditambah perubahan skema Bipih akan jelas membebani calon jamaah haji 2023," ujar Marwan.
Ia memahami, kenaikan komponen Bipih yang ditanggung jamaah sesuatu yang tidak dihindari. Tujuannya, memastikan pengelolaan manfaat dana haji bisa berjalan dan tidak merugikan calon jamaah daftar tunggu yang kini mencapai lima juta orang.
Meski begitu, skema perubahan Bipih tidak bisa dilakukan mendadak dan perlu sosialisasi agar tidak memberatkan jamaah pada tahun berjalan. Marwan turut meminta ada audit pengelolaan dana haji yang saat ini mencapai Rp 160 triliun.
Menurut Marwan, perlu dipastikan dana yang ditempatkan dalam berbagai platform investasi tersebut benar-benar bisa optimal memberikan nilai manfaat bagi calon jamaah haji Indonesia. Audit ini memungkinkan munculnya opsi-opsi optimalisasi.
"Optimalisasi dana manfaat haji baik dalam bentuk investasi atau yang lain," kata Marwan.