REPUBLIKA.CO.ID, -- Gereja Armenia (Armenian Patriarchate) di Turki mengutuk pembakaran salinan Alquran oleh seorang politikus sayap kanan Swedia-Denmark di Stockholm.
Dilansir di Anadolu Agency, Senin (23/1/2023), insiden itu menimbulkan kemarahan yang mendalam bagi umat Islam. Gereja Armenia dalam sebuah pernyataan di media sosial mengatakan perbuatan keji tersebut tidak hanya menyinggung perasaan keagamaan umat Islam. Perbuatan itu juga seolah menjadi gerakan yang bertujuan menimbulkan rasa permusuhan di antara pemeluk agama yang berbeda.
"Pastinya gerakan ini, yang tidak sesuai dengan demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia, tidak akan diterima oleh mereka yang memiliki perasaan yang sama," tulis pernyataan tersebut.
Salah seorang pejabat Gereja Armenia, Sahak Mashalian, secara khusus menyesali tindakan yang dilakukan politikus Swedia itu dan mengutuk tindakan tersebut. Kecaman tersebut juga selaras datangnya dari Majelis Spiritual Gereja, pendeta, dewan yayasan, dan komunitas Armenia Turki.
Menurutnya, dunia saat ini sedang membutuhkan cinta serta perdamaian karena dunia sedang berjuang dengan banyak masalah. "Kami mengingatkan akan lebih baik bagi orang-orang menahan diri dari tindakan yang akan menambah masalah (yang sudah ada) di dunia. Dunia kita, terlepas dari agama, bahasa, dan ras, butuh lingkungan yang damai," ujarnya.
Pernyataan oleh Gereja Armenia Turki datang setelah Rasmus Paludan, pemimpin sayap kanan Swedia-Denmark Stram Kurs (Garis Keras) diberikan izin oleh pemerintah Swedia untuk membakar Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Sabtu lalu.
Menanggapi izin Swedia, Turki membatalkan kunjungan mendatang Menteri Pertahanan Swedia Pal Jonson ke Turki. Kementerian Luar Negeri Turki pada Jumat memanggil Duta Besar Swedia untuk Ankara Staffan Herrstrom, yang diberi tahu Turki mengutuk keras tindakan provokatif tersebut.
"Tindakan itu jelas merupakan kejahatan rasial, bahwa sikap Swedia tidak dapat diterima, bahwa Ankara mengharapkan tindakan tersebut tidak diizinkan, dan penghinaan terhadap nilai-nilai sakral tidak dapat dipertahankan dengan kedok hak-hak demokrasi," ujarnya.