REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Festival Shariff Kabunsuan selama sepekan bertema "Satu Warisan, Satu Budaya, Kemungkinan tak Terbatas" berakhir awal pekan ini di Kota Cotabato di Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM), Filipina.
Tahun ini menandai edisi ketiga festival tersebut, yang bertujuan menghormati solidaritas, kreativitas, dan ketahanan rakyat Bangsamoro. Perayaan tersebut termasuk sorotan yang sering terlihat di festival Filipina, seperti parade tarian jalanan, bazar, pertunjukan, dan presentasi mode.
“Kita harus selalu ingat bahwa pembangunan dibangun atas dasar perdamaian dan kerja sama. Ini adalah upaya di mana setiap orang harus berpartisipasi,” kata Ketua Menteri Ahod 'Al Haj Murad' Ebrahim, dilansir dari laman TRT World, Sabtu (24/12/2022).
Dia lebih lanjut menyatakan Bangsamoro tidak akan ada tanpa kedatangan Shariff Kabunsuan. Cotabato City telah melihat lebih banyak sejarah daripada kota lain mana pun di Mindanao. Shariff Kabunsuan adalah orang Arab dari Johor.
Ia tiba di tepian Masla Pulangi, yang sekarang dikenal sebagai Rio Grande de Mindanao, pada abad ke-16 dan menandai awal sejarah wilayah tersebut. Penduduk asli wilayah itu kemudian memeluk Islam, dan sebagai hasilnya, kesultanan Maguindanao, Rajah Buayan dan Kabuntulan didirikan.
Sejumlah acara berbeda, seperti simulasi kedatangan Shariff Kabungsuan, pameran bacaan Alquran, dan stan warisan budaya, dan lain-lain dipamerkan selama lima hari, mulai 15 Desember. Sebelumnya pada Januari, wilayah Muslim Filipina merayakan hari jadinya yang ketiga, menyoroti terobosan pemerintah daerah dalam mencapai perdamaian dan pembangunan serta mereformasi Bangsamoro selama tiga tahun terakhir.
BARMM dibuat setelah penandatanganan Undang-Undang Organik Bangsamoro pada 2018. Pada awal 2019, itu diratifikasi melalui plebisit sebagai hasil dari negosiasi damai selama dua dekade antara Front Pembebasan Islam Moro dan pemerintah Filipina.
Setahun kemudian, wilayah tersebut mengesahkan Kode Administratif Bangsamoro, yang menandai 21 Januari sebagai Hari Yayasan Bangsamoro, dan menyatakannya sebagai hari libur tidak bekerja.