REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seringkali dalam pembagian warisan terjadi perselisihan di antara ahli waris. Bahkan tak sedikit dalam kasus pembagian warisan, para ahli waris justru saling menghujat, mengumpat, hingga berujung pada perkelahian antarahli waris.
Semua itu terjadi karena dalam pembagian warisan para ahli waris tidak menggunakan ilmu dan mengedepankan akhlak ketika pembagian warisan. Muallif Simtud Durar, Habib Ali Al Habsyi memberikan teladan tentang bagaimana dirinya mengedepankan akhlak ketika ia dan saudara-saudaranya membagi warisan dari ayahnya.
Ketika Habib Ali berusia 22 tahun, ayahnya yakni Habib Muhammad Al Habsyi meninggal dunia di Makkah. Kala itu Habib Ali berada di Seiwun, Hadramaut. Ketika berita wafat ayahnya sampai, Habib Ali pun segera mengumumkannya kepada penduduk Seiwun.
Habib Ali mengetahui betul bagaimana wara' dan mulianya akhlak para saudara-saudaranya yang berada di Makkah. Mereka enggan untuk mengambil hak-haknya dari warisan ayah mereka sebelum Habib Ali datang.
Karena itu, setelah beberapa hari, Habib Ali ingin menulis surat yang isinya tentang kerelaan dirinya memberikan semua yang menjadi haknya untuk saudara-saudaranya di Makkah. Namun, ibu Habib Ali yaitu Syarifah Alawiyyah yang mengetahui hal itu meminta Habib Ali agar tak bersikap seperti itu.