Jumat 16 Dec 2022 16:29 WIB

Peneliti: Islam Prancis Racikan Macron yang Mengekang

Religiusitas Islam bergantung pada stempel persetujuan negara.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
 Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadiri Dialog Informal Pemimpin APEC dengan Para Tamu selama APEC 2022 di Bangkok, Thailand, 18 November 2022. Thailand menjadi tuan rumah Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik atau APEC 2022, KTT kerjasama ekonomi yang terdiri dari 21 negara anggota terkemuka untuk mempromosikan ekonomi bebas perdagangan di kawasan Asia-Pasifik. Peneliti: Islam Prancis Racikan Macron yang Mengekang
Foto:

Dalam pidatonya di Masjid Paris, Macron mengungkapkan langkahnya untuk mendirikan 'Islam Prancis' yang secara teologis berbeda dari Islam ortodoks dan secara politik tunduk pada Republik. Penelitian juga digerakkan secara politis untuk membangun teologi baru yang sesuai dengan nilai-nilai republik Prancis.

"Pendekatan Prancis di sini secara eksplisit ditetapkan oleh Macron, menggemakan 'kebijakan Muslim' yang dilakukan oleh rezim otoriter. Saat menganalisis sistem Islamofobia Prancis, seseorang dapat mengidentifikasi inspirasi Prancis," jelas Freschi.

Hal ini terlihat dari Uni Emirat Arab (UEA) yang baru-baru ini digambarkan oleh Macron sebagai model dan mitra yang dapat dipercaya. UEA telah mengadopsi kebijakan radikal dalam dekade terakhir untuk mengatasi apa yang mereka labeli sebagai politik Islam. UEA menggunakan segala cara yang mereka miliki untuk mencekik perbedaan pendapat politik, termasuk penyiksaan dan mendirikan sebuah lembaga yang disebut Dewan Fatwa yang dipimpin oleh orang-orang yang tunduk.

Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed dilaporkan memperjuangkan kebutuhan untuk menindak politik Islam dalam diskusi dengan Menteri Ekonomi Prancis, Bruno Le Maire. Prancis, seperti sekutunya, juga menggunakan alat apa pun yang dimilikinya dan telah merancang sebuah institusi baru yang terdiri dari elemen-elemen penurut yang tugasnya menutupi ketidakadilan agama.

Kesamaan antara kebijakan kedua negara merupakan tanda yang mengkhawatirkan bagi para pembela hak asasi manusia. Sama seperti Islamofobia Prancis dan 'Islam Prancis' yang sebagian muncul dari visi otoriter UEA, Islamofobia Eropa dapat dihidupkan kembali dan dimodelkan oleh Prancis.

 

"Untuk mencegah penganiayaan anti-Muslim ini memperluas cakupannya, adalah kewajiban kita bersama untuk mendukung Muslim Prancis dalam perjuangan sulit mereka dan menantang politik anti-Muslim Prancis," ujar Freschi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement