REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Multaqa Ulama Alquran yang digelar di Pesantren Al-Munawir, Krapyak, Yogyakarta, telah melahirkan enam rekomendasi untuk metode pembelajaran Alquran berbasis perguruan tinggi dan pesantren di Indonesia.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali Ramdhani, mengatakan salah satu butir rekomendasi adalah pengarusutamaan wasathiyah atau jalan tengah sebagai metode berpikir, bersikap, dan beraktivitas.
"Di tengah heterogenitas kehidupan masyarakat Indonesia, perlu diarusutamakan wasathiyah sebagai metode berfikir, bersikap dan beraktivitas sehari-hari sehingga terwujud keberagamaan yang moderat, toleran, ramah, dan rahmah di tengah kebinekaan Indonesia," ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Ada 340 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, praktisi, dan peneliti Alquran dalam dan luar negeri mengikuti Multaqa Ulama Alquran berlangsung 15-17 November 2022.
Kegiatan itu mengangkat tema 'Pesan Wasathiyah Ulama Alquran Nusantara'. Para peserta berdiskusi dalam beberapa sesi panel.
Malam puncak panel menghadirkan tiga narasumber, yaitu: Said Agil Husin Al-Munawwar dan Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Sementara itu, Quraish Shihab menyampaikan materinya secara daring.
Selain pengarusutamaan wasathiyah, Multaqa Ulama Alquran juga mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pendidikan Alquran mulai dari penjenjangan hingga desain kurikulum. Poin rekomendasi lainnya berkenaan revitalisasi sanad Alquran dan penanaman nilai-nilai Alquran secara komprehensif.
"Saya kira enam butir rekomendasi Multaqa Ulama Alquran Nusantara ini sangat penting, dan tentu ini menjadi catatan bagi kita semua, khususnya dalam hal ini Kementerian Agama untuk berbuat yang terbaik demi kemaslahatan pendidikan Alquran di Indonesia," pungkas Ramdhani.
Berikut enam butir rekomendasi Multaqa Ulama Alquran Nusantara:
(1) Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama perlu terus memberikan perhatian penuh kepada upaya peningkatan pelayanan, pengawasan dan evaluasi pendidikan Alquran, baik dari sisi bacaan, hafalan, dan implementasinya di tengah masyarakat
(2) Di tengah heterogenitas kehidupan masyarakat Indonesia, perlu diarusutamakan wasathiyah sebagai metode berpikir, bersikap, dan beraktivitas sehari-hari sehingga, terwujud keberagamaan yang moderat, toleran, ramah, dan rahmah di tengah kebinekaan Indonesia
(3) Melihat antusiasme masyarakat Indonesia dalam mempelajari dan mendirikan lembaga pendidikan Alquran, Kementerian Agama, khususnya Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren perlu segera menindaklanjuti usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang salah satunya mengatur tentang penjenjangan Pendidikan Alquran di Indonesia mulai tingkat dasar hingga tinggi
Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat
(4) Desain kurikulum pendidikan Alquran perlu disusun secara berjenjang dan berkesinambungan dengan memuat materi kekhususan ilmu-ilmu Alquran ditambah dengan wawasan kebangsaan, keagamaan, dan isu-isu global dengan bingkai wasathiyah Islam
(5) Melihat fungsi sanad yang sangat penting bagi verifikasi data dan keabsahan jalur keilmuan, maka lembaga-lembaga pendidikan Alquran perlu memperhatikan ketersambungan sanad, baik dari sisi bacaan, pemahaman, maupun pengamalan. Kementerian Agama juga perlu memfasilitasi proses dokumentasi dan pencatatan jalur sanad keilmuan ulama Alquran di Indonesia
(6) Mengimbau kepada masyarakat, khususnya orang tua, para pendidik dan pengelola lembaga pendidikan Alquran, agar menanamkan ajaran Aquran secara komprehensif, mendalam dan moderat sebagaimana pernah dilakukan para ulama pendahulu, sehingga Alquran benar-benar dapat menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat, bangsa dan semesta.