REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Universitas Leipzig memperingatkan dalam penelitian barunya, xenofobia dan permusuhan terhadap Muslim meningkat di Jerman timur. Hasil survei menunjukkan terjadi peningkatan menjadi 46,6 persen pada 2022 orang-orang di Jerman timur menuntut larangan imigran Muslim.
Sebelumnya, angka itu naik dari 40,2 persen pada 2020. “Juga, 42,7 persen responden mengatakan mereka merasa seperti orang asing di negara mereka sendiri karena jumlah Muslim yang besar,” menurut survei perwakilan yang diterbitkan pada Rabu (9/11/2022).
Dilansir dari Anadolu Agency, Kamis (10/11/2022), para peneliti menunjukkan sikap anti-Muslim lebih tinggi di negara-negara bekas komunis Jerman timur, di mana secara signifikan lebih sedikit Muslim yang tinggal dan di mana orang-orang memiliki lebih sedikit kontak dengan Muslim.
Di Jerman barat, 23,6 persen mengatakan mereka menganjurkan larangan imigrasi dari negara-negara Muslim. Sebanyak 36,6 persen mengatakan mereka merasa seperti orang asing di negara mereka sendiri karena tingginya jumlah imigran.
Studi Otoritarianisme Leipzig 2022 juga mengungkapkan xenofobia sedang meningkat di negara bagian Jerman timur. Sekitar 33,1 persen responden setuju dengan pernyataan xenofobia tertentu, dengan mayoritas dari mereka mengatakan Jerman sangat dibanjiri oleh orang asing dan bahwa mereka harus dikirim ke negara asal mereka jika ada kekurangan pekerjaan di Jerman.
Sebuah negara berpenduduk lebih dari 84 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Ini adalah rumah bagi sekitar 4,7 juta Muslim, menurut angka resmi.
Negara ini telah menyaksikan meningkatnya rasialisme dan Islamofobia dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh propaganda kelompok dan partai sayap kanan. Kelompok tersebut mengeksploitasi krisis pengungsi dan berusaha memicu ketakutan terhadap imigran.
Pihak berwenang Jerman mencatat setidaknya 662 kejahatan kebencian Islamofobia pada 2021. Lebih dari 46 masjid diserang antara Januari dan Desember tahun lalu dan setidaknya 17 orang menderita luka-luka akibat kekerasan anti-Muslim.