REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Cabang lokal Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) menerima ancaman bom online pekan ini yang sedang diselidiki Badan Investigasi Amerika FBI. Meskipun organisasi biasanya tidak mempublikasikan banyak ancaman terhadapnya, ancaman yang ini spesifik tentang hari dan metode serangan.
Pelaku yang mereka yakini menggunakan nama palsu di peron mengancam akan membuat bom api yang akan terjadi pada Sabtu (5/11/2022). Itu diduga sebagai tanggapan atas siaran pers yang dikeluarkan organisasi tentang serangan di St. Cloud.
Pesan tersebut menuntut agar CAIR-Minnesota mencabut pernyataannya dari awal bulan ini yang menyambut tuduhan terhadap seorang wanita yang diduga menyerang seorang pria Somalia. "Cabut pernyataan ini, dan akui pekerjaan yang Anda lakukan tidak masuk akal, atau Anda dan kantor Anda akan dibom Sabtu depan," bunyi pesan tersebut dilansir dari The New Arab, Jumat (4/11/2022).
CAIR segera melakukan protokol keselamatan, termasuk bekerja lebih sedikit di kantor. "Pada titik ini, kami harus beroperasi seolah-olah ini kemungkinan besar akan terjadi," kata direktur CAIR-Minnesota Jaylani Hussein kepada The New Arab.
Ancaman ini datang pada saat Minnesota melihat tingkat serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Muslim. CAIR pada April lalu menunjukkan peningkatan diskriminasi terhadap Muslim di Amerika Serikat (AS) sebanyak sembilan persen.
Dalam laporan yang berjudul Still Suspect: The Impact of Structural Islamophobia, Direktur CAIR Nihad Awad mengatakan Islamofobia bersifat struktural dan mendalam di AS. Menurut laporan itu, tahun lalu CAIR menerima 6.720 pengaduan secara nasional.
Pengaduan itu melibatkan berbagai masalah termasuk imigrasi, diskriminasi perjalanan, penegakan hukum, dan jangkauan pemerintah yang berlebihan. Selain itu, ada juga pengaduan yang terkait dengan insiden kebencian dan bias, hak asuh, insiden sekolah, dan insiden kebebasan berbicara.
"Islamofobia telah menjadi arus utama di Amerika. Itu masuk ke lembaga pemerintah dan ruang publik melalui undang-undang, kebijakan, retorika politik, dan manifestasi lainnya," kata Awad dilansir Middle East Monitor, Jumat (29/4/2022).