REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti merasa prihatin dengan tingginya kasus kematian akibat gagal ginjal di kalangan anak-anak. Dia mengatakan, masalah ini harus diurus dengan tuntas.
"Mungkin jumlah kasus yang tidak dilaporkan atau tidak terdata lebih banyak lagi. Kasus gagal ginjal hanyalah salah satu di antara banyak masalah kesehatan yang dialami anak-anak, seperti obesitas, malnutrisi, dan masalah kesehatan lainnya," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (24/10/2022).
Pemerintah, lanjut Mu'ti, harus memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat secara lebih intensif dan masif melibatkan seluruh unsur masyarakat, orang tua, guru, tokoh agama, ormas, dan lembaga-lembaga lainnya.
"Selama ini Kementerian Kesehatan terkesan hanya menggunakan jalur formal yang tidak maksimal dan terlalu banyak seremonial," tuturnya.
Mu'ti menekankan, Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) tidak bisa lagi sebatas slogan sehingga harus lebih digiatkan. Dia mengungkapkan, penyuluhan tentang makanan yang sehat perlu lebih masif.
Selain itu, menurut Mu'ti, pemerintah juga harus meningkatkan kontrol terhadap makanan yang merusak kesehatan (junk food), khususnya makanan dalam kemasan yang menimbulkan radang tenggorokan dan berbagai penyakit lainnya.
"Kampanye hidup sehat dan makan sehat hendaknya ditanamkan kepada orang tua dan anak-anak sejak dini," ujarnya.
Mu'ti berpandangan, banyaknya masalah kesehatan pada anak-anak merupakan masalah serius yang mengancam masa depan bangsa. Dia menilai, pemerintah tidak cukup menarik obat yang berpotensi merusak kesehatan anak-anak.
"BPOM harus memeriksa semua jenis obat yang dijual bebas dan dikonsumsi oleh anak-anak. Semua yang berpotensi menimbulkan efek samping yang merusak organ tubuh harus ditarik," tutur dia.
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, total kasus gagal ginjal akut hingga hari ini, Senin (24/10/2022), telah mencapai 245 anak yang tersebar di 26 provinsi. Persentase angka kematian kasus ini pun cukup tinggi, yakni mencapai 141 kasus atau sebesar 57,6 persen.