REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kegelisahan dan kesedihan hati muncul ketika cahaya Allah SWT terhalangi. Tapi jika cahaya Allah SWT menyinari hati, maka hati ini akan terasa senang dan tenang. Hal ini disampaikan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam.
مَا تَجِدُهُ القُلُوبُ مِنَ الهُمُومِ وَالأَحْزَانِ فَلأَجْلِ مَا مُنِعَتْه مِنْ وُجُودِ العِيَانِ
"Kegelisahan dan kesedihan yang dirasakan hati adalah karena pandangan yang dihalangi." (Syekh Athaillah, Al-Hikam)
Penyusun syarah dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai kegelisahan dan kesedihan hati jika cahaya Allah SWT terhalangi.
Hati memang tidak akan selalu mampu mempertahankan cahaya Allah SWT. Jika cahaya tersebut menyinari hati, maka kamu akan senang. Jika cahaya itu terhijab maka kamu akan merasakan kesedihan.
Ketahuilah, bahwa kebahagiaan yang hakiki itu bukanlah terletak dalam jumlah harta yang kamu miliki atau jumlah istri yang kamu nikahi, atau jumlah anak yang kamu tanggung. Tetapi, kebahagiaan itu terletak ketika kamu mampu hidup bersama Sang Khaliq di jalan kebenaran.
Jika kamu sedang atau selalu dirundung kesedihan, maka ketahuilah bahwa hati kamu sedang terhijab dari-Nya. Sehingga, kamu buta dan tidak mendapatkan cahaya-Nya.
Singkaplah tabir hati kamu segera dengan amalan shalih dan ibadah-ibadah yang telah ditunjukkan Allah SWT kepada kamu. Mudah-mudahan hati kamu kembali mendapatkan cahaya-Nya dan hidup dalam kebahagiaan yang hakiki.
Cobalah kamu lihat dan perhatikan kehidupan para sahabat, wali, dan orang saleh. Mereka hidup dalam keadaan miskin dan papa, namun hati mereka selalu dikelilingi kebahagiaan.
Seolah-olah, semua yang ada di dunia ini kecil dan tidak ada artinya sama sekali dalam pandangan mereka. Semua itu tidak akan terjadi, kecuali hati mereka telah mendapatkan cahaya-Nya.