REPUBLIKA.CO.ID,MANCHESTER -- Sebuah kelompok penulis Muslim mengadakan serangkaian acara tentang penulisan kreatif dan Islamofobia. Kelompok yang menamakan diri mereka Muslim Writers North dan Pusat Perlombaan Ahmed Iqbal Ullah (AIU) ini menyelenggarakan lokakarya di Manchester.
Kegiatan tersebut dipresentasikan oleh lulusan Cambridge University, Suhaiymah Manzoor Khan, dari Leeds. Wanita berusia 28 tahun ini merupakan seorang penyair, penulis dan pendidik.
Tahun ini, dia menerbitkan buku non-fiksi berjudul 'Tangled in Terror: Uprooting Islamophobia.' Buku tersebut mendapat dukungan secara luas, seperti penulis yang pernah menjadi tahanan Teluk Guantanamo Moazzam Begg, rapper Lowkey dan jurnalis Channel 4 Fatima Manji.
"Tujuan saya adalah berpikir kritis tentang Islamofobia dan rasisme, serta menjauh dari narasi arus utama. Saya juga melakukan banyak lokakarya menulis. AIU ingin saya membuat lokakarya penulisan dengan tema Islamofobia," ujar dia dikutip di Asian Image, Selasa (18/10/2022).
Ia menyebut kebanyakan peserta lokakarya adalah penulis, sehingga berbeda dengan kegiatan serupa yang biasa ia hadiri. Biasanya, ia akan berkumpul dengan masyarakat yang tidak memiliki latar belakang menulis.
Sebagai penulis, dirinya merasa harus menentang narasi arus utama daripada mencoba menyangkalnya, dengan mengatakan 'Kami bukan teroris atau kami tidak melakukan kekerasan.' Ia menilai hal ini hanya membuang-buang waktu, karena membuat percakapan tetap pada ketentuan Islamofobia dalam politik dan media.
Adapun langkah pertama yang harus diambil adalah mengungkapkan apa yang dilakukan narasi dengan menanyakan, 'Mengapa narasi ini ada?' Ketika mulai bertanya mengapa, maka hal ini bisa mengatasi penyebab berbagai hal.
"Alasan kami dikonstruksikan sebagai teroris bukan karena kami tidak cukup menyangkalnya dan bukan karena kami tidak memberikan informasi yang cukup tentang Islam, tetapi karena ini adalah narasi yang bermanfaat. Dengan mengatakan Muslim adalah teroris, ini berfungsi menyembunyikan penyebab kekerasan lainnya dan membebaskan institusi dari pertanggungjawaban apa pun," lanjutnya.
Suhaiymah menekankan, hal pertama yang harus dilakukan oleh penulis Muslim adalah dengan mengajukan pertanyaan kritis. Selanjutnya, penulis juga dinilai perlu membangun narasi tandingan dengan menghadirkan cerita-cerita yang tidak berisi permintaan maaf.
Baik komunitas Muslim maupun penulis telah menghabiskan waktu yang lama untuk meminta maaf, tetapi tidak ada perubahan yang berarti. Hal ini juga disebut tidak menghasilkan apapun kecuali siklus yang berulang.
“Narasi kontra adalah tentang mengatakan 'Kami tidak meminta maaf, kami tidak di sini untuk menjadi panutan kekuasaan, kami akan menulis tentang siapa kami dengan cara kami sendiri.'," kata dia.
Ia lantas menyebut kegiatan lokakaryanya tersebut luar biasa, yang mana semua orang terlibat dengan materi. Puisi-puisi yang ditulis berisikan pesan-pesan yang sangat kuat.
Komunitas Muslim menginginkan lebih dari sekadar representasi positif, mereka disebut ingin realitas material berubah. Mereka ingin merasa aman ketika berjalan di jalan dan tidak ingin anak-anak atau generasi muda kami diawasi oleh Prevent.
“Argumen dalam buku saya adalah bahwa Islamofobia adalah sejarah dan mencakup Orientalisme dan kolonialisme. Idenya, konstruksi yang mengancam umat Islam, kekerasan dan patriarki. Konstruksi ini memungkinkan pencurian grosir seperti minyak dari Irak, atau imperialisme melalui kamp militer AS yang tersebar di seluruh dunia. ucap Suhaiymah.
Perwakilan dari AIU Race Center, Hafsah Aneela, mengatakan pekerjaan mereka berpusat pada pengarsipan budaya dan warisan komunitas Muslim. Pihaknya memiliki koleksi di perpustakaan spesialisnya, yang mana salah satu koleksi disumbangkan oleh Forum Media Barat Laut. AIU pun meminta Suhaiymah Manzoor Khan untuk mengeksplorasi Islamofobia dari koleksi ini.
“Setelah 9/11 telah terjadi peningkatan Islamofobia. Penting untuk disadari ketika berbicara tentang Islamofobia, kita tidak berbicara tentang insiden yang terjadi sekali saja, tetapi sebenarnya berbicara tentang sebuah sistem yang dirancang memenuhi kehidupan kita sehari-hari. Itu (Islamofobia) ada di sekitar kita sepanjang waktu," ucapnya.
Adapun lokakarya kedua rencananya akan dilaksanakan pada Rabu 19 Oktober.
Sumber: