REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi umat Islam yang menjalankan ibadah umroh atau ibadah haji dan menyempatkan diri untuk ziarah ke kota nabi pasti tidak asing dengan Masjid Qiblatain. Karena biasanya dalam program ziarah di Kota Madinah salah satu tempat yang dikunjungi adalah Masjid Qiblatain.
Qiblatain dalam bahasa Arab adalah bentuk mutsanna yaitu kata yang menunjukkan bilangan dua seperti syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat. Jika dalam bahasa Indonesia atau Inggris satu adalah bentuk tunggal dan dua ke atas adalah bentuk jamak, maka dalam bahasa Arab dua adalah tasniyah atau mutsanna.
"Tiga ke atas baru bisa disebut bentuk jamak," terang Nasrullah Jassam dalam bukunya "Catatan Pelayan Tamu Allah".
Inilah kata dia, keunikan bahasa Arab di samping jumlah kata gantinya lebih banyak dari bahasa lain, karena setiap kata ganti membedakan antara laki-laki dengan perempuan. Qiblatain adalah bentuk tasniyah dari kata qiblah/kiblat, qiblatain artinya dua kiblat, Masjid Qiblatain adalah masjid yang memiliki dua arah kiblat.
Disebut demikian, karena kata Nasrullah Jasam, di masjid ini salah seorang sahabat yang sholat bersama Rasulullah menghadap Ka'bah berdasarkan perintah Wahyu surat Al-Baqarah ayat 144. Surah ini memberitahukan kepada para sahabat lain yang sedang sholat bahwa kiblat sudah pindah dari Masjidil Aqsa ke arah Masjidil Haram.
"Maka saat itu juga mereka, saat dalam posisi ruku berputar menghadap ke arah Masjid Al Haram," katanya.
Seperti diketahui bahwa Baitul Maqdis sebelumnya menjadi kiblat umat Islam dalam menjalankan ibadah salat kurang lebih selama 16 bulan. Selama itu pula orang Yahudi selalu mengejek Rasulullah SAW dengan berkata. "Agama Muhammad berbeda dengan agama kita, akan tetapi dalam sholatnya menghadap kiblat kita jika tidak ada agama kita tentunya Muhammad tidak akan mengetahui kemana ia akan menghadap dalam sholatnya."
Ejekan tersebut tentunya semakin menambah keinginan Rasulullah SAW untuk sholat menghadap ke Kabah Baitullah, kiblat leluhur beliau Nabi Ibrahim AS. Dirayatkan bahwa Beliau berkata kepada Jibril:
"Aku berharap jika Allah SWT memalingkanku dari kiblatnya bangsa Yahudi dan untuk itu beliau selalu menengadahkan wajahnya ke langit memohon kepada Allah SWT dengan harap akan turun Wahyu yang berisikan perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah Baitullah."
Sampai pada akhirnya turunlah ayat 144 surat Al-Baqarah yang artinya. "Sesungguhnya Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram."
Maka sejak itu sholat tidak lagi menghadap ke arah Baitul Maqdis tetapi menghadap ke arah Masjidil Haram, dan menurut satu riwayat sholat pertama yang menghadap ke arah Masjidil Al Haram adalah sholat ashar dan peristiwa "Tahwil al Qiblat" perpindahan arah kiblat itu menurut pendapat sebagian besar ulama, seperti dikatakan oleh Imam Thabari dalam kitab tarik sejarahnya terjadi pada malam Nisfu Sya'ban.
Sekiranya kata dia, di setiap malam Nisfu Sya'ban yang penuh berkah, di samping kita memperbanyak sholat malam dan berdoa kepada Allah SWT seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW ada baiknya kita juga mengingat dan renungan peristiwa bersejarah ini. "Semoga bermanfaat," katanya.