Kamis 29 Sep 2022 12:28 WIB

Puslitbang Bimas Agama Kemenag Menyongsong Era Baru

Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan memasuki fase baru seiring adanya BRIN

Rep: Muhyiddin/ Red: Christiyaningsih
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan memasuki fase baru seiring adanya BRIN.
Foto:

Menuju Standardisasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) lahir pada April 2021 berdasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2019. Kelahirannya berpengaruh bagi berbagai lembaga-negara yang memiliki badan penelitian dan pengembangan. Termasuk di antaranya adalah Kementerian Agama (Kemenag).

Salah satu andalan Balitbang Diklat Kemenag ialah Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan. Institusi yang kerap disebut Puslitbang Satu itu selama puluhan tahun merupakan “rumah” bagi para peneliti. Kini, mereka semua dalam proses hijrah ke BRIN.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Puslitbang Satu Mohsen, meleburnya para peneliti Balitbang Diklat Kemenag ke BRIN memunculkan efek plus dan juga minus. Di antara keuntungan yang dilihatnya adalah imbas yang akan dialami para peneliti. Anggaran untuk mereka akan tersentralisasi. Harapannya, kesejahteraan mereka pun dapat lebih meningkat.

photo
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan memasuki fase baru seiring adanya BRIN. - (Kemenag)
 

“Sebab, tunjangan kinerja peneliti itu naik hampir dua kali lipat dari sebelumnya ketika mereka masih berada di kementerian,” ujar Mohsen saat berbincang dengan Republika beberapa waktu lalu.

Kemudian, perpindahan para peneliti Puslitbang Satu ke BRIN pun akan mengarahkan mereka agar memiliki standardisasi. Hal itu terutama penting bagi kerja proses penelitian. Sementara itu, lanjut Mohsen, selama ini semua litbang di berbagai kementerian mempunyai standar masing-masing. “Nah, itu (standar sendiri-sendiri) tidak akan terjadi lagi. Sebab, semuanya fokus pada satu standar yang dikeluarkan oleh BRIN,” jelas dia.

Dalam melaksanakan survei, misalnya, Puslitbang Satu selama ini cenderung menelaah fenomena-fenomena keagamaan di tengah masyarakat. Sesudah para penelitinya melebur ke BRIN, akan ada kajian lintas disiplin yang mereka hadapi atau ikuti.

Bagi Mohsen, interdisciplinary merupakan sebuah tantangan yang bagus di dunia riset. Dalam pelaksanaan survei di lapangan untuk menemukan indeks kerukunan, umpamanya, hal itu akan turut memperkaya kontribusi keilmuan.

“Kalau minusnya, mungkin cuma satu, yaitu kita (Kemenag) harus bersurat saja. Kalau dulu, menag bisa langsung menginstruksikan kalitbang untuk melaksanakan penelitian. Sekarang, harus bersurat dulu ke BRIN,” tutup dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement