Ahad 04 Sep 2022 02:29 WIB

Said Aqil: Dunia Berharap pada Indonesia dengan Keislaman Moderat

Indonesia beruntung memiliki ulama besar bergelar pahlawan nasional.

Mantan ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. Said Aqil: Dunia Berharap pada Indonesia dengan Keislaman Moderat
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. Said Aqil: Dunia Berharap pada Indonesia dengan Keislaman Moderat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan dunia sedang menaruh harapan besar pada Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak. Indonesia memiliki wajah keislaman moderat, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Hal itu dia sampaikan dalam acara diskusi kebangsaan sekaligus serah terima pergantian kepemimpinan baru Direktur Ekskutif SAS (Said Aqil Siradj) Institute, yang sebelumnya dijabat oleh Imdadun Rahmat, kemudian digantikan oleh Sadullah Affandy.

Baca Juga

"Hari ini umat Islam di dunia tak bisa lagi mengharap kebangkitan Islam dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Umat Islam di sana saling berperang dan memusuhi. Sejak terbentuknya negara bangsa, dunia telah berubah. Saat ini dunia sedang menaruh harapan besar pada Indonesia," kata Said di Sekretariat SAS Institute, sebagaimana keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).

Dalam kesempatan tersebut, Said mengulas panjang lebar sejarah keruntuhan kekhalifahan Islam (Turki Utsmani), kemudian munculnya negara-bangsa, hingga tumbuh dan berkembangnya bibit-bibit kelompok Islam radikal yang nyaris membawa kehancuran dan keruntuhan Islam di Timur Tengah.

"Jika tidak ada Al-Azhar di Mesir, di Timur Tengah dan NU di Indonesia, Islam dan umat Islam akan mudah dibawa ke tubir kehancuran," ujarnya.

Ia menyebut Indonesia beruntung memiliki ulama besar bergelar pahlawan nasional, seperti K.H. Hasyim Asy'ari yang menurutnya berhasil menyatukan keislaman dengan kebangsaan, yang dapat menjadi fondasi dan perekat bagi kesatuan umat. Di Timur Tengah, kata Said, Islam dan nasionalisme tidak bisa disatukan dan bisa saling membelakangi.

"Di Timur Tengah kita tidak akan menemui orang seperti Hasyim Asy'ari yang merupakan seorang ulama sekaligus nasionalis. Di Timur Tengah, tempat kelahiran Islam, ulama, dan nasionalis memiliki agenda dan perjuangannya sendiri-sendiri," tuturnya.

Oleh karena itu, kata Said, pernyataan K.H. Hasyim Asy'ari hubbul wathan minal imanatau cinta tanah air bagian dari iman, bukanlah rumusan yang sederhana karena di dalamnya mengandung penegasan nasionalisme memiliki basis teologi di dalam Islam. Direktur Ekskutif SAS Institute Sadullah Affandy berharap agar SAS Institute mampu merekam, mengabadikan, sekaligus dapat melanjutkan pikiran dan gagasan besar Said tentang keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Sadullah mengatakan Said menjadi tokoh berpengaruh urutan ke-19 dari 500 tokoh dunia muslim versi lembaga riset di Yordania. Sebagai tokoh dan guru bangsa, katanya lagi, Said juga melanjutkan tongkat estafet perjuangan para guru bangsa pembaru Islam terdahulu, seperti Nurcholish Majid, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga Ahmad Syafi'i Maarif atau Buya Syafi'i Maarif.

"Mudah-mudahan SAS Institute bisa menerjemahkan dan menafsirkan gagasan, pikiran, serta ide-ide besar Kiai Said dalam memperjuangkan Islam rahmatan lil alamin ini," kata Sadullah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement