Sabtu 27 Aug 2022 09:05 WIB

Utusan Khusus AS: Negara Muslim Harus Berani Suarakan Hak Perempuan Afghanistan

Islam adalah agama yang selaras dengan hak asasi manusia dan hak-hak perempuan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ani Nursalikah
Mahasiswa Afghanistan menghadiri kelas di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan siswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Utusan Khusus AS: Negara Muslim Harus Berani Suarakan Hak Perempuan Afghanistan
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Mahasiswa Afghanistan menghadiri kelas di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan siswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Utusan Khusus AS: Negara Muslim Harus Berani Suarakan Hak Perempuan Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Utusan Khusus AS untuk Perempuan Afghanistan, Anak Perempuan, dan Hak Asasi Manusia Rina Amiri menyerukan negara-negara mayoritas penduduk Muslim untuk menyuarakan hak-hak perempuan dan hak asasi manusia di Afghanistan.

"Saya Muslim. Saya tahu dari pengalaman saya sendiri dan dari sejarah bahwa Islam adalah agama pertama yang memberikan hak-hak perempuan. Saya melihat ke negara-negara Muslim untuk terlibat dengan Taliban, untuk menantang narasi itu, untuk melibatkan warga Afghanistan, dan untuk mengatakan tidak,"ujar dia, dilansir di Saudi Gazette, Jumat (26/8/2022).

Baca Juga

Dia berkata Islam adalah agama yang sangat selaras dengan hak asasi manusia dan hak-hak perempuan. Demikian juga dengan lembaga-lembaga seperti GCC dan OKI dapat menunjukkan kepada warga Afghanistan bahwa mereka tidak ditinggalkan dan bahwa saudara-saudara mereka di dunia Muslim mendukung mereka dan membela hak-hak mereka dalam kerangka Islam.

Taliban telah mengambil alih dan penduduk dilucuti dari setiap hak. Amiri mengatakan situasinya semakin memburuk.

“Sejak 23 Maret, setidaknya ada 16 dekrit yang membatasi hak perempuan dan anak perempuan, mulai dari mencegah mereka bekerja di banyak sektor, secara efektif melarang mereka mengenyam pendidikan menengah, hingga memperkenalkan langkah-langkah yang semakin regresif dalam hal cara mereka berpakaian dan melucuti mereka dari hampir setiap tingkat kebebasan, bahkan hak mereka untuk mobilitas,” kata dia.

Amiri menambahkan perempuan merasa bahwa mereka telah dimasukkan ke dalam penjara. Mereka telah kehilangan harapan bahwa mereka dapat diberi hak untuk masa depan mereka sendiri dan kapasitas mereka untuk membantu negara mereka sendiri.

“Saya menyaksikan perempuan Afghanistan sendiri menegosiasikan hak-hak mereka dengan komunitas mereka selama 20 tahun. Mereka menghubungi otoritas agama. Mereka menjangkau komunitas yang lebih tua,” kata Amiri.

Anak perempuan dan perempuan harus memiliki hak atas pendidikan, hak untuk bekerja, dan hak atas partisipasi publik.

Jika Taliban melanjutkan ke arah yang mereka tuju sekarang, di mana mereka menyangkal hak-hak perempuan dan anak perempuan, menolak hak keluarga untuk mengizinkan anak perempuan dan istri mereka pergi ke sekolah dan bekerja, itu akan menyebabkan arus migrasi besar-besaran keluar dari negara itu. Ini akan mengarah ke negara yang lebih miskin. Sebuah negara yang dilucuti wanitanya adalah negara yang akan diradikalisasi dan akan menjadi negara miskin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement