REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu kekhasan Pesantren Al-Hamidiyah Depok Jawa Barat yakni menggabungkan kekhasan pesantren tradisional (salafiyah) dan modern (ashriyah).
Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Prof KH Oman Fathurahman, menyampaikan kekhasan Al-Hamidiyah. Pesantren ini menggabungkan dua tradisi, yang pertama adalah tradisi pesantren salaf. Hal ini karena Al-Hamidiyah adalah pesantren warisan KH Ahmad Syaikhu, beliau berasal dari pesantren salaf.
KH Ahmad Syaikhu adalah murid dari Mbah Ma'shum Lasem. "Sehingga pengajaran di sini (pesantren Al-Hamidiyah Depok) juga diajarkan kitab-kitab kuning, kitab-kitab klasik tapi plus dengan penekanan pada kitab-kitab turats karya ulama Nusantara, bukan hanya pada kitab-kitab kuning dari Timur Tengah," kata Kiai Oman saat diwawancarai Republika.co.id di pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jumat (12/8/2022).
Dia mengatakan, tradisi yang kedua, karena Al-Hamidiyah ada di perkotaan, maka sistemnya juga digabungkan dengan sistem pesantren modern. Bisa disebut pesantren khalafiyah atau ashriyah (modern), karena di pesantren ini mempelajari bahasa Arab dan Inggris.
Dia menerangkan, jadi Pesantren Al-Hamidiyah menggabungkan antara pesantren salafiyah dengan ashriyah. Itu adalah kekhasan dari Al-Hamidiyah. Al-Hamidiyah juga punya satu kekhasan tersendiri yang disebut sebagai santri kitab.
"Kitab itu maksudnya adalah komunikatif, ini sebuah nilai jadi ada nilai yang ingin ditanamkan ke para santri, komunikatif itu adalah dakwah, jadi santri di sini dididik untuk dakwah karena pendiri kita KH Ahmad Syaikhu itu adalah pendiri Ittihadul Muballighin yang dulu itu persatuan para mubaligh, ingin mengambil nilai-nilai itu melalui nilai komunikatif selain juga komunikatif bisa berbahasa Inggris dan Arab," ujar Kiai Oman.
Kiai Oman mengatakan, santri Al-Hamidiyah diajarkan untuk inovatif karena sekarang zaman teknologi informasi (IT). Maka santri diberi pengajaran yang sifatnya inovatif, namun nilai lama yang salafiyah itu tetap dijaga.
Sementara ilmu yang berkaitan dengan IT, teknologi, sains dan lain sebagainya tetap diajarkan. Santri juga diajarkan betapa pentingnya berpikiran terbuka.
Kiai Oman yang pernah menjadi juru bicara Kementerian Agama ini mengatakan, Al-Hamidiyah adalah Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) karena warisan KH Ahmad Syaikhu. Beliau pernah menjabat ketua PBNU di zaman KH Idham Chalid.
"Tetapi yag belajar di kita (Al-Hamidiyah) tidak hanya NU, gurunya juga, yang masuk juga wali santri itu beragama, tapi tetap ahlussunnah an nahdliyah yang kita berikan itu terbuka maksudnya, inklusif, Rahmatan lil alamin," jelas Kiai Oman.
Dia menambahkan, para santri di Al-Hamidiyah memiliki nilai tambah argumentatif semacam Bahtsul Masail. Artinya kalau memecahkan sesuatu itu berdasarkan kitab dan argumentatif, hal ini dilakukan untuk merespon perkembangan sekarang.
"Jadi kalau orang bicara agama kadang berdasarkan info yang lewat begitu saja, hoaks didengar disampaikan dibagikan, kita ajarkan santri supaya kalau menyampaikan sesuatu harus argumentatif dan berintegritas maksudnya berakhlakul karimah supaya jadi santri yang meneladani Rasulullah SAW," kata Kiai Oman.
Sebelumnya jajaran pengurus Al-Hamidiyah bertemu dengan jajaran dari harian Republika di pesantren Al-Hamidiyah Depok. Kedua pihak membicarakan kerja sama dalam bidang literasi, dakwah, edukasi, publikasi dan lain sebagainya.