Senin 04 Jul 2022 14:55 WIB

Penjelasan Syariat dan Sains Ketua Falakiyyah NU Soal Perbedaan Idul Adha

9 Dzulhijjah tidak mutlak sama dengan hari pelaksanaan wukuf di Arafah.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Petugas mengamati posisi hilal menggunakan teropong saat pelaksanaan Rukyatul Hilal di Pantai Jerman, Kuta, Badung, Bali, Rabu (29/6/2022). Penjelasan Syariat dan Sains Ketua Falakiyyah NU Soal Perbedaan Idul Adha
Foto:

Sedangkan untuk awal bulan Syar'iyyah, dalam Islam menggunakan kalender Qomariyah (perhitungan berbasis peredaran bulan). Awal bulan ditandai dengan terlihatnya sabit bulan/hilal di ufuk barat sesaat setelah matahari terbenam. Karenanya, wilayah sebelah barat memungkinkan mengawali bulan lebih dulu ketimbang wilayah timur. 

Mengingat saat Maghrib posisi hilal di wilayah yang lebih barat--pada umumnya--sudah lebih tinggi dari wilayah di sebelah timurnya. Makkah dan Indonesia dari segi jarak, beda empat jam. Maka, jika di Makkah pukul 12.00, di Indonesia sudah sekitar pukul 16.00 dengan basis perhitungan Syamsiyah.

Untuk awal bulan, jika antara Makkah dan Indonesia terjadi perbedaan, seperti kasus awal Dzulhijjah 1443 Hijriyah ini, maka bedanya bukan hanya empat jam, melainkan 20 jam lebih dahulu Makkah. Mengingat perhitungannya menggunakan basis Qomariyah/peredaran bulan kelilingi Bumi.

Sehingga contoh aturan menghitungnya, Makkah tetapkan awal Dzulhijjah mulai sejak setelah maghrib hari Kamis 30 Juni 2022. Sejak saat itu, ke arah barat hingga 20 jam kemudian, saat di mana Maghrib di Indonesia sudah hari Jumat, 1 Juli, barulah masuk 1 Dzulhijjah.

Sebab saat Rabu sore lepas maghrib, hilal belum tampak di Indonesia. Lain dengan wilayah Arab (Makkah) yang saat itu hilal sudah dapat terlihat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement