REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Lebih dari 800 masjid di Jerman telah menjadi sasaran ancaman dan serangan sejak 2014. Namun dalam sebagian besar kasus, kejahatan tersebut tidak diselidiki dengan benar.
Brandeilig, sebuah inisiatif dari kelompok hak asasi FAIR Internasional, mencatat ada hampir 840 insiden serangan, perusakan, dan ancaman antara 2014 dan 2022. Kelompok yang mendirikan pusat pelaporan pertama di Jerman untuk serangan terhadap masjid itu juga mengungkap analisis terperinci dari kejahatan pada 2018.
Dalam analisanya, Brandeilig menyampaikan, pelaku tetap tidak dikenal di sebagian besar serangan. Hal ini memicu serangan lebih lanjut terhadap situs ibadah Muslim oleh neo-Nazi atau ekstremis sayap kiri.
"Secara umum, tingkat izin untuk serangan masjid dapat dianggap sangat rendah," kata kelompok itu dalam sebuah laporan baru-baru ini, seperti dilansir Fars News, Senin (13/6/2022).
Di antara 120 serangan yang tercatat terhadap masjid pada 2018, hanya dalam sembilan kasus pelaku dapat diidentifikasi. Inilah yang kemudian menjadi perhatian bagi para ahli di Brandeilig. Padahal, setidaknya di dalam 20 kasus, termasuk serangan pembakaran, tersangka menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yang parah.
"Secara umum, petugas polisi tiba di tempat kejadian dengan sangat cepat dan segera memulai penyelidikan. Namun demikian, hampir tidak ada insiden yang dapat diselesaikan hingga hari ini," kata para ahli di Brandeilig.
Ekstremis sayap kiri dan pengikut kelompok teror YPG/PKK berada di balik beberapa serangan yang menargetkan masjid. Sedangkan sebagian besarnya dilakukan oleh ekstremis sayap kanan atau kelompok neo-Nazi, menurut laporan tersebut. Jerman, negara berpenduduk lebih dari 83 juta orang, memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis.