Jumat 06 May 2022 17:54 WIB

Kongres Muhammadiyah 1922 dalam Pandangan Pers Belanda

Di usia 10 tahun, Muhammadiyah sudah besar hingga tak bisa diabaikan Belanda.

Kongres Muhammadiyah di masa lalu. Kongres Muhammadiyah 1922 dalam Pandangan Pers Belanda
Foto:

Bagi sebuah organisasi yang di awal pendiriannya hanya berbasis kampung, latar belakang dan jumlah orang-orang yang hadir di kongres tahun 1922 itu memberi petunjuk tentang besarnya pengaruh Muhammadiyah setelah satu dekade eksis. Preangerbode, yang mengutip dari Soerabaiasch Handelsblad, menyebut bahwa ada sekitar 1.000 orang yang hadir (jelas tidak hanya orang Kauman), dan banyak di antara peserta yang hadir adalah kaum perempuan, suatu fakta yang menarik di masa ketika tekanan tradisional masih kuat menghalangi banyak perempuan Indonesia untuk keluar rumah dan menghadiri acara publik. Dengan massa yang hadir sebanyak itu, pemerintah Hindia Belanda tentu tidak bisa tidak tertarik dengan kongres itu. Seorang utusan penting ditempatkan di kongres itu. Ialah B.J.O. Schrieke, wakil dari kantor urusan pribumi (Kantoor voor Inlandsche Zaken), dan dikenal pula sebagai Indolog terkemuka di zamannya.

Apa saja kegiatan yang dilakukan para peserta kongres Muhammadiyah tahun 1922 itu? Preangerbode melaporkan:

Rapat sesi pagi dikhususkan untuk pembacaan notulensi, penyampaian laporan tahunan, pengangkatan panitia verifikasi dan penambahan anggota pengurus pusat. Pada pertemuan malam harinya, disampaikan berbagai ceramah, yang terus dilanjutkan sesudahnya.

Tema-tema yang dibahas di dalam kongres itu menunjukkan tentang perhatian Muhammadiyah yang sudah jauh lebih luas dari sekedar problem kampung Kauman, atau bahkan konteks Yogyakarta sendiri. Kesadaran keumatan global bahkan sudah hadir sejak masa ini, dan itu berkaitan dengan problem perjalanan haji dari Hindia Belanda ke Mekkah.

Diskusi selanjutnya akan membahas bea masuk yang sangat tinggi yang diberlakukan oleh raja Hijaz, sementara ada tindakan sipil yang sama terhadap perusahaan Sluyters and Co., yang merugikan ratusan jamaah haji, karena mereka telah pergi ke tiga kota pelabuhan untuk menaiki kapal haji yang disewa oleh Sluiyters en Co., yang, bagaimanapun, terkena dampak pemogokan para pelaut di Hong Kong.

Selain memberikan informasi tentang suasana kongres, laporan di atas juga mengindikasikan hal lain yang tak kalah krusialnya. Di sini bisa dilihat bagaimana jaringan informasi tentang kongres itu bekerja, dimulai dari Yogyakarta, lalu dilaporkan oleh koran Surabaya, lalu laporan itu dikutip oleh sebuah koran di Bandung.

Maka, bisa disimpulkan bahwa kongres tahun 1922 itu tidak hanya diketahui oleh penduduk Yogyakarta saja, tetapi juga diketahui oleh penduduk Surabaya dan Bandung, dua kota di sisi barat dan timur Pulau Jawa, dua kota yang lebih besar dari Yogyakarta. Ini tentu menambah ekspos terhadap gerakan Muhammadiyah, dan bukan tidak mungkin berita-berita di koran-koran di luar Yogyakarta ini menjadi penarik bagi lebih banyak orang untuk bergabung dengan Muhammadiyah.

Sumber: Majalah SM Edisi 9 Tahun 2021

 

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement